
Yuk Intip Keseharian Sumanto di Bulan Puasa
mediabogor.com, Purbalingga – Masih Ingat Sumanto? Lelaki asal Purbalingga ini sempat membuat geger dunia karena memakan daging manusia, pada awal tahun 2003. Sejak keluar dari jeruji penjara tahun 2006 silam, Sumanto rupanya tinggal di pondok rehabilitasi mental An-Nur di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar,Purbalingga hingga sekarang.
Pondok itu diasuh oleh KH Supono Mustajab yang sekaligus membimbingSumanto dalam mengisi hari-harinya. Meski berkepribadian menyimpang, Sumanto ternyata mampu menginspirasi Bupati Purbalingga kala itu, Triyono Budi Sasongko, mencetuskan program Program Stimulan Pemugaran Rumah Keluarga Miskin (PSPR Gakin).
Iwan, salah seorang karyawan Pondok An Nur mengungkapkan, Sumanto sebenarnya orangnya cerdas.
Hanya saja, ia suka berbicara ngelantur dan tidak jelas.
”Daya ingat Sumanto sebetulnya kuat. Ia bisa menghafalkan hal-hal tertentu, tapi ada syaratnya. Biasanya, dia minta uang Rp 15 ribu untuk membeli rokok,” tutur Iwan.
Lalu di Bulan Ramadhan ini, Sumanto tetap menjalani ibadah puasa sebagaimana umat muslim umumnya. Bedanya, puasa Sumanto kumat-kumatan. Terkadang ia puasa, kadang tidak. Sumanto juga masih sering tergoda jajanan yang membuat puasanya batal.
Di saat teman-temannya menahan lapar karena puasa, Sumanto tak segan memanggil pedagang somai yang lewat di hadapannya.
“Sumanto bisa habis sampai empat piring somai. Kacaunya, setelah makan, ia langsung tertidur dan tidak membayarnya,”katanya
Seorang pedagang somai bahkan sempat dibuat geregetan lantaran harus menunggu hingga berjam-jam agar somainya dibayar. Sementara yang ditunggu tidur pulas. Karena Sumanto tak memberikan uang, pedagang itu akhirnya menagih uang pembelian somai ke pengasuh pondok, KH Supono.
Meski perilakunya sering membuat kesal, sang kyai ternyata sangat mengasihi Sumanto. Sumanto bahkan sering diajak turut serta pada pengajian di luar kota yang dipimpin oleh KH Supono.
Sumanto bahkan diberi kesempatan memberikan wejangan pada pengajian tersebut. Sumanto biasa memberi wejangan agar peserta pengajian ikut menyumbang uang guna pembangunan mesjid.
“Kalau menyumbang jangan Rp 2.000,’ seperti membayar orang kencing di terminal. Paling tidak Rp 20 ribu, syukur Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu,”kata Iwan menirukan ucapan Sumanto saat mengisi pengajian.
Tak jarang Sumanto menerima honor dalam amplop tersendiri saat ikut mengisi pengajian. Anehnya, sesampai di pondok, uang di dalam amplop tidak langsung ia ambil. Ia memilih mencuci dulu amplop dan uang yang masih ada di dalamnya.
“Amplopnya dicuci hingga basah, setelah itu uangnya dijemur dan amplopnya dibuang. Uang yang dijemur itu pernah juga kabur terbawa angin, namun Sumanto tidak mempedulikannya,”ungkap Iwan.
(Sumber:Tribbunjabar.com)
Berikan Komentar