Wali Kota Bogor Minta Pemalsu Domisili di PPDB Didiskualifikasi

mediabogor.com, Bogor – Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menemukan fakta baru yaitu pemalsuan domisili dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di wilayah Kota Bogor. Hal itu, diungkapkan Bima saat press conference terkait PPDB di Paseban Sri Bima, Senin (1/7/2019).

“Terbaru ada laporan japri lewat sosial media ke saya, ada domisili yang berbayar. Ada yang bilang Rp1 juta sampai Rp2 juta, hingga ada yang melaporkan membuat domisili itu sampai Rp10 juta. Ya, ada calo kemungkinan besarnya. Sehingga saya mengumpulkan hari ini dan telah membentuk tim untuk menelusuri hal ini,” ungkap Bima kepada wartawan.

Bima melanjutkan, dinas dan para camat harus menerima dan merespon aduan warga untuk terus ditelusuri serta nama-nama yang masuk daftar akan disampaikan ke provinsi Jawa Barat agar didiskualifikasi.

“Secara keseluruhan situasi ini sudah cukup untuk merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar sistem zonasi di evaluasi, pertama tidak sesuai dengan target asas keadilan. Tidak akan tercapai dalam membangun asas keadilan dalam kualitas pendidikan, justru kualitas sekolah turun. Yang kedua menciptakan budaya instan. Anak-anak menjadi malas berusaha tapi lebih mengejar lobi-lobi instan atau kost ditempatkan dekat sekolah. Kemudian ada manipulasi data,” beber Bima.

Bima menegaskan, besok lusa dirinya akan hadir dalam pertemuan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Semarang dan menyampaikan hal-hal terkait PPDB ini, agar bisa diperjuangkan dan menjadi suara dari para wali kota.

“Karena ini berdampak luas sekali kepada generasi muda. Sementara ada tiga nama yang akan dilaporkan untuk direkomendasikan diskualifikasi. Kelemahan wali kota saat ini, ranah SMA bukan kewenangannya, kalau kewenangan masih di tingkat kota. Kepala sekolah akan saya perintahkan langsung diskualifikasi saat ini juga,” tegasnya.

Bima menekankan, Pemkot menolak sistem zonasi, pihaknya menawarkan pola lebih masuk akal. Zonasi murni nanti bertahap dan harus memperhatikan faktor ekonomi, jalur prestasi dan ketiga golongan tertentu seperti aparat yang tugasnya cepat berpindah.

“Infrastruktur dan kualitas SDM harus di tingkatkan terlebih dahulu. Kalau sanksi bagi ASN yang terlibat surat peringatan satu sampai tiga sampai bisa jadi pemberhentian apabila masuk ranah pidana. Saya sebagai juru bicara APEKSI sudah meminta ke presiden mengembalikan kewenangan SMA ke tingkat kota. Tapi harus proses panjang hingga ke mahkamah konstitusi,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan (Wandik) Kota Bogor Deddy Karyana mengatakan, PPDB direkomendasikan ke Wali Kota Bogor dan Gubernur Jawa Barat dengan dua poin dari Wandik, yaitu tangguhkan sistem zonasi sampai waktu siap, karena belajar dari pengalaman kemarin agak sulit berkoodinasi dengan KCD dan SMA sehingga ada apa-apa musti lapor ke Bandung. Padahal jaraknya cukup jauh Bogor ke Bandung.

“Maka kembalikan SMA ke kota. Setiap muncul kebijakan itu harus disesuaikan dengan wilayah. Kota dan kabupaten saja kan berbeda. Pengelola kembali ke wilayah itu agar bisa singkronisasi di wilayah. Pengaduan rata-rata ke kami, yaitu kekecewaan orang tua yang anaknya tidak tertampung karena jarak seolah jauh tapi nilainya bagus dan pengaduan terbanyak. Kami belum final baru puluhan pengaduan,” pungkasnya. (*/Nick)

Berita Terkait

Berikan Komentar