
Tetap Gaspol Penghapusan “Angkot Tua”, JM : Sudah Disepakati dan Harus Ditaati
Mediabogor.co, BOGOR – Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin, menegaskan bahwa pembatasan usia teknis angkutan kota (angkot) di Kota Bogor merupakan hasil kesepakatan bersama yang telah disetujui sejak lama dan bersifat final. Ia meminta seluruh pihak, terutama para sopir angkot, untuk menghormati dan mematuhi komitmen yang sudah dibuat.
“Terlepas dari profesionalitas sopir angkot hari ini — apakah punya SIM atau masih ngetem sembarangan – kesepakatan ini sudah jauh dibahas dari beberapa tahun sebelumnya,” ujar Jenal, Sabtu 04 September.
Jenal menjelaskan, pada tahun 2013, saat dirinya masih menjabat sebagai anggota DPRD, telah ditetapkan bahwa usia teknis angkot maksimal 10 tahun. Kemudian, kebijakan itu direvisi dalam Perda tahun 2023 menjadi 20 tahun. Bahkan pemerintah masih memberikan kelonggaran hingga tahun 2026 agar para pemilik dan sopir angkot bisa menyesuaikan diri.
“Harusnya sudah clear tahun 2023, tapi kita masih beri kesempatan perpanjangan sampai 2026. Semua pihak sudah tandatangan sepakat — mulai dari KKSU, Organda, koperasi, semua. Jadi ketika saya dicegat sopir angkot, saya tinggal bilang: ini kesepakatan Anda sendiri. Harus kita taati dan patuhi. Kalau tidak memulai sekarang, kapan lagi?” tegasnya.
Jenal mengakui bahwa saat ini banyak kondisi angkot di lapangan yang sudah tidak layak dan tidak representatif. Karena itu, pemerintah harus konsisten menjalankan Perda, Perwali, dan kesepakatan yang telah disetujui bersama demi keselamatan dan kenyamanan masyarakat.
Terkait nasib sopir angkot yang terdampak, pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah. Salah satunya dengan menyalurkan sopir yang profesional dan memenuhi syarat menjadi sopir bus (BIS) dalam program transportasi massal Kota Bogor.
“Kita akan seleksi dan latih eks sopir angkot untuk jadi sopir BIS. Kalau lolos verifikasi kemampuan dan punya sertifikat seperti SIM, tentu bisa masuk. Tapi kalau tidak lolos, ya mau bagaimana lagi. Semua harus sesuai standar,” jelasnya.
Selain sektor transportasi, Jenal juga menyebut ada potensi besar penyerapan tenaga kerja dari keberadaan dapur MBG (Modern Big Kitchen) yang kini berkembang di Kota Bogor.
“Satu dapur MBG bisa menampung 50 orang tenaga kerja. Saya sudah bilang ke Wali Kota, kita harus akselerasi. Supir angkot yang tidak masuk BIS bisa disalurkan ke dapur MBG,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar dapur MBG yang telah memiliki izin tapi belum beroperasi segera diaktifkan agar bisa membantu menyerap tenaga kerja, termasuk dari kalangan mantan sopir angkot.
Jenal menambahkan, Pemerintah Kota Bogor bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana membentuk Satgas Dapur MBG se-Jawa Barat. Langkah ini untuk memastikan seluruh dapur beroperasi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
“Kita sudah sepakat dengan Pak Gubernur untuk membuat MOU antara kepala daerah se-Jawa Barat. Pemerintah daerah nanti bisa melakukan pengawasan langsung ke dapur. Kalau tidak sesuai SOP, bisa kita rekomendasikan untuk ditutup,” tegasnya
Menurutnya, meskipun SOP yang dibuat MBG sudah sangat baik dan ketat, pelaksanaan di lapangan tetap perlu diawasi agar berjalan sebagaimana mestinya.
“SOP-nya sangat rigid, tapi pertanyaannya: apakah benar-benar dijalankan di lapangan? Itu yang akan kita pastikan bersama,” pungkasnya. (Ery)
Berikan Komentar