BAITUROKHIM, Psikolog

Solusi dan Sanksi Bagi LGBT

mediabogor.com, Bogor – Islam dengan tegas menghukumi bahwa LGBT merupakan perilaku maksiat, haram dan dusta. Pengharaman ini bukan didasarkan pada realitas Ego Sintonik dan Ego Distonik, perasaan masyarakat, situasi ilmiah, PPDGJ, DSM, data statistika pendapat atau dukungan masyarakat, Hak Asasi Manusia (HAM), dsb. Pengharaman ini dengan tegas berdasarkan Al Quran dan Al Hadits.

Islam sebagai agama sempurna (syamilan wa kamilan) telah mengatur sistem atau sub-sistem kehidupan secara sistemik tanpa terkecuali. Termasuk sistem tata pergaulan yang sehat yang akan mencetak generasi yang sehat nan taqwa. Islam juga telah menetapkan sanksi hukum bagi pelanggar hukum termasuk hukuman untuk pelaku LGBT. Terbukti ketika Islam turun sejak lima belas abad yang lalu telah memiliki sistem hukum atas pelaku LGBT. Sementara sistem selain Islam belum memliki aturan hukum atau sanksinya. Atau jika sudah ada maka sanksi hukum LGBT semakin membuat kerusakan dan kekacauan dunia, seperti yang terjadi di 22 negara yang telah melegalkan LGBT.

Dari awal, Islam telah memiliki sistem bagaimana mengedukasi warga negara untuk bisa tumbuh generasi yang sehat, terbebas dari LGBT dlsb. Setidaknya ada dua pendekatan dalam Islam yakni Preventif (berupa edukasi) dan Kuratif (sanksi bagi pelanggar aturan). Preventif-Educative  Pertama, adalah ajaran sistem keluarga yang berkualitas Syar’ie. Dalam hal ini betapa banyak ayat Al Quran dan hadits tentang tatacara orang tua mendidik anaknya (hadlonatul aulad). Bagaimana penanaman aqidah yang kuat, dan bagaimana hidup bersyariah dalam lingkungan keluarga. Antara lain anak diajari cara berpakaian yang benar, pengaturan tempat tidur antara orang tua dan anak sesama lelaki, sesama anak perempuan dan anak lelaki dan perempuan; mendesain dan menggunakan kamar mandi yang benar; cara bertutur kata yang benar; memperlakukan anak lelaki dan perempuan sesuai kodratnya; dst.

Preventif-Educative Kedua, adalah sistem sosial dan pendidikan yang syar’ie. Dalam hal ini memastikan masyarakat sebagai percontohan atau model, inkubator kehidupan generasi yang sehat. Dibersihkanya tempat tempat “maksiat-haram” (semisal nigh club); diminalisasikan tempat tempat yang “makruh” (semisal tempat nongkrong); diproporsionalkan tempat tempat yang “mubah (semisal olah raga)”; dikembangkan tempat tempat yang “sunnah-menyunahkan (semisal perpustakaan dan diklat pengembangan diri)”; serta disiapkanya tempat tempat yang “wajib (semisal masjid)”. Disamping itu juga, masyarakat diberikan ruang terdepan dalam amar makruf nahi munkar sehingga kebaikan masyarakat tetap terjaga.

Preventif-Educative Ketiga, adalah peran negara untuk melayani dan melindungi dari setiap ancaman LGBT. Disini negara wajib menerapkan hukum hukum pergaulan sehingga masyarakat terkendali dari predator predator LGBT. Di sini negara berkewajiban menetapkan kurikulum pendidikan yang syar’ie yang didukung secara komprehensif dengan kebijakan lainya yakni bersihnya media masa dari pemberitaan dan rubrik acara yang kotor dan tidak syar’ie. Negara akan selalu memonitoring segala gejala yang mengarah pada LGBT, dsb. Termasuk di era kekinian, negara harus berfungsi untuk menyaring arus informasi dunia real dan dunia maya dari segala kemaksiatan. Negara harus mampu untuk menghalau setiap gejala Predator – predator LBGT untuk menerkam korban.

Sanksi pelaku LGBT dalam bentuk Kuratif

Dalam hal ini negara yang berbasis Syariah Islam akan memberlakukan sanksi sesuai realitas perbuatanya. Pertama, Sanksi pelaku Lesbian. Pelaku lesbian atau as-sahaaq atau al-musahaqah dihukum ta’zir. Adalah jenis hukuman yang tidak dijelaskan khusus, dan hal ini menjadi domain qadli atau hakim seperti tingkat dan kualitas kasus perbuatanya.

Kedua, Sanksi pelaku Gay atau Homoseks atau al liwath. Dengan tegas hukumanya adalah mati. Namun terhadap teknis hukumanya terjadi perbedaan dinatara sahabat Nabi. Antara lain pendapat Ali bin Abi Thalib ra, bahwa gay dihukum dengan dijatuhkan dari tempat tinggi dengan kepala ada di bawah, jika sudah ditanah maka dilempari batu hingga mati. Sementara itu menurut Umar bin Khathab dan ra dan Utsman Bin Affan ra bahwa teknik hukumanya adalah ditimpakan dinding tembok sampai mati.

Ketiga, Sanksi pelaku Biseksual. Dalam hal ini tergantung kasusnya. Jika melakukan kemaksiatan dengan lawan jenis maka dihukumi seperti perzinahan. Yakni jika pelakunya sudah menikah (muhsan) maka dirajam hingga mati. Jika pelakunya belum menikah (ghairu muhsan) maka dicambuk seratus kali. Jika pelakunya gay-homoseksual maka dihukum mati; dan jika karena pelanggaran lesbian akan dita’zir.

 

Rehabilitasi LGBT

LGBT bukan sebuah pembawaan dari lahir. Semuanya Insya Allah bisa direhabilitasi. Tentu oleh ahlinya dengan metodenya. Setidaknya dengan menggunakan metode Pemantaban Therapy  Aqidah, Cognitive Therapy, Behaviour Therapy, dsb.

 

*) Founder Yayasan Lembaga Bantuan Psikologi Islam Indonesia

Oleh : BAITUROKHIM, Psikolog*)

Berita Terkait

Berikan Komentar