Sistem Zonasi Minim Solusi

mediabogor.com, Bogor – Senin, 17 Juni 2019 adalah hari pertama pembukaan pendaftaran peserta didik baru (PPDB). Dilakukan serentak di seluruh sekolah negeri di Kota Bogor. PPDB dilakukan sesuai dengan arahan dinas pendidikan (disdik) menggunakan sistem zonasi. Pro dan kontra tentang sistem ini masih panas dibicarakan berbagai kalangan. Sebagian berpendapat bahwa sistem ini tidak adil. Peserta didik yang cerdas tidak dapat masuk ke sekolah favorit yang dianggap memiliki kualitas tinggi dan fasilitas lengkap. Nilai rapor dan hasil ujian nasional tidak berpengaruh, syarat utamanya adalah jarak dari rumah ke sekolah. Selain merugikan peserta didik, sistem ini juga dapat menyulitkan guru saat mengajar karena sangat beragamnya tingkat kemampuan peserta didik.

Meskipun demikian, Menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa sistem zonasi sudah final. Dari sumber www.jawapos.com, Mendikbud memperketat aturan PPDB 2019 dengan menerapkan PPDB berbasis zonasi untuk 90 persen dari siswa baru. Jalur prestasi akademik dan non-akademik memiliki kuota masing-masing 5 persen. Mendikbud kembali menegaskan bahwa tujuan sistem zonasi ini ialah menghilangkan dikotomi antara sekolah favorit dan nonfavorit. Menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi sekolah. Berupaya menjadikan semua sekolah sama baiknya dari Sabang sampai Merauke. Khususnya sekolah negeri.

Jika kita kaji, usaha penyamarataan sekolah dengan solusi sistem zonasi tidak akan berhasil. Yang harus dilakukan pemerintah pertama kali adalah menyamakan fasilitas seluruh sekolah, menyamakan kualitas pengajar, dan penerapan kurikulum yang berbasis akidah islam. Maka akan dihasilkan output berupa peserta didik yang tak hanya cerdas tapi juga bertakwa. Generasi yang mampu melakukan perubahan menuju kepemimpinan islam. Ini hanya akan terwujud jika negara berdasar pada akidah islam dan menerapkan islam secara kaffah.

Hal ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikan berbasis pada sistem kapitalisme yang diterapkan Indonesia. Karena dalam kapitalisme, pendidikan bukan menjadi tanggungan pemerintah. Sekolah hanya diberi anggaran yang minim, tidak mencukupi untuk melengkapi fasilitas sekolah. Guru tidak memiliki dasar akidah islam sehingga tujuan guru mengajar hanya untuk mendapatkan materi tak peduli pada akhlak peserta didik. Demikian pula dengan peserta didik, hanya mengejar nilai terbaik tanpa peduli pada jalan halal atau haram dalam ketentuan islam.

 

 

Oleh: Vinci Pamungkas, S.Pd (Pengamat Pendidikan Islam)

Berita Terkait

Berikan Komentar