
Ramai Menentang Omnibus law
Ramai Menentang Omnibus law
Omnibus law di Indonesia adalah hal yang baru. Dan keberadaannya yang baru ini malah memunculkan kegaduhan publik. Omnibus law merupakan konsep membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus. Hal ini biasanya digunakan di negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi.
Pada 12 Februari 2020, Pemerintah secara resmi mengajukan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yakni RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Alasan kuat pemerintah dari pengajuan draft itu adalah untuk menarik investasi dan meningkatkan lapangan pekerjaan.
Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah mengejutkan publik karena mengundang kontroversial. Ramai-ramai sejumlah masyarakat melempar kritik ke RUU tersebut. Walaupun disiyalir karena ada kesalaham ketik pada Pasal 170 dimana Peraturan Pemerintah (PP) disebut bisa mengubah Undang-Undang (UU). Namun, alasan itu seperti isapan jempol belaka.
Respon dari serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menilai RUU Omnibus Law bukan cara terbaik untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Salah satu poin penolakan serikat buruh dari RUU omnibus law adalah karena isinya bermaksud untuk menghilangkan upah minimum. Hal ini, terlihat, dari keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan, tidak boleh ada pekerja yang mendapatkan upah di bawah upah minimum. Jika itu dilakukan, sama saja dengan kejahatan. Pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum bisa dipidana. “Karena itu, berdasarkan uraian di atas, sangat terlihat jika pemberian upah per jam adalah mekanisme untuk menghilangkan upah minimum. Karena ke depan akan banyak perusahaan yang mempekerjakan buruhnya hanya beberapa jam dalam sehari.
Tentu saja hal yang wajar jika serikat buruh menolak keras RUU ini karena mengganggu kenyamanan regulasi pekerja yang sudah ada. Ditambah dengan himpitan beban hidup yang bertambah. Bukannya menambah kenyamanan pekerja, tetapi ini malah membuat kegaduhan. Sebenarnya banyaknya beban hidup yang harus ditanggung masyarakat inilah yang menjadi permasalahan. Pendidikan, kesehatan hingga keamanan tiap bulan atau tiap waktu tertentu masyarakat harus mengeluarkan dana dari kantong sendiri. Negara hanya mengakomodir pendanaan dari masyarakat, bahkan sesungguhnya negara ibarat perusahaan besar yang mengambil pungutan dari rakyat. Itulah konsep negara yang berasas kapitalisme.
Sedangkan kita berharap negara itu memberikan jaminan hidup dengan adil kesemua lapisan masyarakat. Dan itu ada pada sistem pemerintahan Islam. Dengan keadilan Islam semua rakyat akan terbebas dari kezhaliman dan keserakahan penguasa. Keimanan dan ketakwaan pemimpin adalah modal utama kemajuan negara Islam. Tuntutan kaum buruh di setiap satu mei tidak akan terjadi lagi, karena kehidupan semua lapisan masyarakat dijamin oleh negara yang berasaskan syariah Islam.
Deni Heryani
Berikan Komentar