
Protes KWSC: PT. Sentul City Merintangi Hak Warga
mediabogor.com, Bogor – Komite Warga Sentul City (KWSC) menggelar aksi protes di depan Kantor Bupati Kabupaten Bogor dan PDAM Tirta Kahuripan pada Senin (2/9/19). Aksi ini dilatarbelakangi karena PT Sentul City dan PT Sukaputra telah melakukan tindakan yang pada intinya mengabaikan keputusan- Mahkamah Agung dan keputusan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Diketahui bahwa putusan Mahkamah Agung menyatakan, PT Sentul City, Tbk dan PT Sukaputra Graha Cemerlang tak berhak memungut Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL) dari warga di seluruh kawasan Sentul City dan keputusan Pemerintah Kabupaten Bogor yang mencabut izin Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) milik PT Sentul City lalu menunjuk PDAM Tirta Kahuripan sebagai pengelola SPAM di kawasan Sentul City. Namun, PT Sentul City dan PT Sukaputra mengabaikan keputusan hukum di atas.
Menanggapi tindakan itu, Juru Bicara KWSC, Deni Erliana mengatakan, kedua perusahaan tetap melayangkan tagihan BPPL kepada warga, dengan alasan putusan perdata hanya berlaku kepada pihak berperkara (inter partes) dalam hal ini KWSC. Padahal, Putusan Mahkamah Agung di atas berdimensi publik (erga omnes) dan bunyi putusannya pun sebagaimana dikutip di atas jelas menunjukkan bahwa itu berlaku bagi warga di seluruh kawasan Sentul City.
Kedua, perusahaan kembali memutus layanan air bersih di rumah warga yang menolak membayar tagihan BPPL. Tindakan ini, selain tak sesuai dengan Putusan MA, juga mengangkangi wewenang PDAM Tirta Kahuripan sebagai pengelola SPAM sesuai Keputusan Bupati Bogor. Dalam masa transisi pengalihan SPAM, PT Sentul City dan PT Sukaputra hanyalah pelaksana belaka. Apalagi, BPPL dan air minum adalah layanan yang berbeda, dan seharusnya tagihan keduanya sudah dipisahkan sejak lama.
Di samping itu, kedua perusahaan berdalih bahwa meteran air di rumah warga adalah properti mereka. Padahal, meteran air adalah bagian dari komponen yang telah dimiliki warga saat membeli rumah. Lalu kedua perusahaan mulai menghentikan layanan pengangkutan sampah bagi warga yang menolak membayar BPPL. Tapi ironisnya, mereka juga merintangi hak warga untuk mengelola sendiri lingkungannya dengan mencegah truk sampah yang disewa warga masuk ke dalam kluster.
“Pada saat semua itu terjadi, Pemerintah Kabupaten Bogor dan PDAM Tirta Kahuripan tidak melakukan apa pun, mencegah atau setidaknya memperingatkan kedua perusahaan. Kami minta pemkab tegas, karena Sentul City tidak punya hak untuk mengelola air, memutus maupun pembayaran air. Jadi, yang diputus itu tolong sambung-sambungin lagi. Karena ini berbicara hukum, jadi harus taat hukum,” ujarnya.
Dirinya menambahkan juga akan ke PDAM, dan meminta PDAM untuk memasang kembali air warga yang sudah diputus. Karena kekuasaan penjualan air dan ijin SPAM itu sudah dilimpahkan ke PDAM oleh bupati. Kemudian ombudsman juga mengatakan bahwa PDAM tidak boleh lagi menjual air ke Sentul City.
“Jadi, Sentul City jangan mau terima pmbayaran itu setiap bulan dong. Ada surat tertulisnya dari bupati ke PDAM dan ada SK bupati yang menunjuk PDAM untuk pengelolaan. Lalu kita juga akan ke DLH, karena sekarang DLH diduga banyak bermain dengan Sentul City, karena sekarang DLH membiarkan sampah warga tidak diangkut. Jadi selain intimidasi air, juga ada sampah. Sampah yang diambil hanya yang membayar BPPL. Padahal MA menegaskan Sentul City tidak berhak mengambil BPPL di seluruh kawasan. Artinya berlaku untuk semua orang,” bebernya.
Pihaknya sudah meminta ke pemda secara baik-baik, dan berjanji akan mengambil ke Sentul City. Tapi kenyataannya sudah 1 bulan tidak diambil. “Kami bawa masalah ini ke jalur hukum, baik perdata maupun pidana terkait dengan pelayanan publik. Intinya kami berikan waktu 1 minggu untuk pemda merealisasikan tuntutan kami. Kalau tidak kami akan datang lebih banyak lagi dan akan ke istana,” ungkapnya. (*)
Berikan Komentar