
Polemik ada atau tidaknya legalisasi miras : bukti politik tak bisa lepas dari agama (Islam)
Mediabogor.co, BOGOR – Setelah sepekan ke belakang Indonesia dibuat riuh oleh kabar legalisasi investasi miras, yaitu Perpres 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Regulasi ini merupakan satu dari 49 aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang disahkan pada tahun 2020 lalu.
Hal ini menimbulkan reaksi geram dari sebagian besar elemen masyarakat, tak hanya umat muslim, ormas-ormas lain di luar islam pun kompak menolak kebijakan tersebut. Kemudian baru-baru ini, pada selasa, 2 Maret 2021 secara resmi presiden Jokowi mencabut Perpres Legalisasi Investasi Miras. Dalam videonya, ia mengatakan pencabutan lampiran tersebut diputuskan setelah mendengar aspirasi dari para tokoh agama, yakni dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah serta ulama-ulama pada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kabar pencabutan legalisasi miras oleh pemerintah ini, tidak lantas menghentikan protes masyarakat. Perdebatan soal Miras masih ramai diperbincangkan, sebab mayoritas masyarakat sepakat bahwa miras adalah biang keladi alias induk dari segala kejahatan.
Ketua Fraksi PAN, Saleh Daulay, menilai investasi minuman beralkohol lebih banyak buruknya daripada manfaatnya, ia merujuk pada kasus-kasus di Amerika Serikat yang terdapat konseling bagi pecandu alkohol.
“Di Amerika misalnya sampai ada kelompok masyarakat yang mencoba untuk bergabung untuk menghindari alkohol. Banyak sekali di AS dan menunjukkan minuman alkohol tidak baik,” kata Saleh Daulay dilansir dari bbcdotcom.
Tidak sedikit masyarakat yang menolak legalisasi miras berspekulasi bahwa, berita ini merupakan tes reaksi masyarakat. Adapula yang mengatakan Perpres Miras dibuat gaduh, tujuannya untuk Pengalihan issue kerumunan Jokowi di NTT, yang sebenarnya telah mencoreng kebijakan kepemimpinan Jokowi sendiri. Sebab, kasusnya sama seperti kerumunan HRS yang membuatnya dipenjara. Terlepas dari tatabu masyarakat mengamati ada atau tidaknya legalisasi investasi miras, ini menjadi momen yang menarik. Sebab, kepedulian masyarakat Indonesia terhadap negara ini berakar dari cara pandang mereka yang religius. Sisi religius masyarakat mendorong rasa kepedulian akan nasib bangsa ini.
Ada enam agama yang diakui Indonesia telah jelas mengharamkan minuman yang memabukkan/miras (republiladotid). Ini membuktikan bahwa, tidak ada kehidupan yang betul-betul lepas dari agama. Adanya polemik perpres legalisasi investasi miras mengisyaratkan bahwa politikpun tidak bisa lepas dari aturan dien. Islam selaku penyempurna agama-agama sebelumnya tentu memiliki aturan dalam berpolitik. Dan aturan perihal politik, tidak dimiliki oleh agama selain islam. Bahwa islam adalah ideologi yang memandang politik sebagai fitrah. Dalam islam, politik merupakan aktivitas yang mulia karena berhubungan dengan pengorganisasian urusan masyarakat/publik dalam bentuk yang sebaik-baiknya berdasarkan hukum-hukum Allah.
Tak ada orang yang bisa menghindari politik karena setiap orang pasti hidup di suatu negara, sedangkan negara adalah organisasi politik tertinggi. Politik merupakan bagian dari kehidupan manusia dan tidak ada seorang pun yang bisa lepas dari politik. Begitu kita lahir, kita sudah bergabung dengan organisasi tertinggi yakni negara. Tidak ada seorangpun yang hidup tanpa terikat oleh politik. Orang yang ingin mempengaruhi kebijakan negara haruslah merebut kekuasaan politik. Orang yang menyatakan tidak mau terlibat dalam politik dan membiarkan kekuasaan politik diambil orang, maka dia terikat pada kebijakan-kebijakan pemenang kontes politik, betapa pun tak sukanya dia pada kebijakan itu. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa politik adalah fitrah, atau sesuatu yang tak bisa dihindari. Jadi, suatu hal yang mustahil jika kehidupan bernegara memisahkan antara politik dan agama. Sebab, agama berisikan aturan hidup, yang dimana kita tahu bahwa politik adalah bagian dari kehidupan.
Rasulullah SAW sendiri membahas otoritas politik (siyasah) dalam sabdanya : “Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi(tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah…”(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibn Majah). Teranglah bahwa politik islam atau siyasah, makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi umat dengan cara menghilangkan kedzaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan atau kedzaliman yang terjadi dalam suatu negara.
Untuk itu, dalam siyasah atau politik islam, rakyat perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan umat, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata, seperti ditegaskan dalam banyak hadits termashyur. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW berkaitan dengan persoalan politik Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa saja yang bangun pagi dengan capaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namun tidak memperhatikan urusan umat maka ia bukan bagian dari umatku.” (HR. Al Hakim).
Dalam kepemerintahan Islam, negara wajib menjadikan Al Quran sebagai kiblat dalam membuat segala aturan dan kebijakan. Bukan berpijak pada sisi kemashlahatan, melainkan berpijak pada Lillah atau hukum-hukum Allah. Sebab, Allah lah satu-satunya Zat Yang Maha Mengetahui setiap kebaikan atau keburukan di dunia. Maka, sudah saatnya umat muslim sedunia, terkhusus Indonesia peduli pada otoritas politik. Ketika kaum muslim peduli akan politik, artinya umat telah berkontribusi untuk negeri ini. Sebab, sejatinya pemerintah juga manusia yang tak luput dari salah, dan perlu diingatkan oleh rakyatnya sesuai dengan hukum Allah. Dan Allah telah mengatur batasan-batasan dalam politik, hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW lewat penegakkan Daulah Khilafah yang memberikan banyak perubahan besar dalam peradaban dunia. Utsman bin Affan Ra pernah berkata, “Kedzaliman yang tidak dapat dilenyapkan Alquran, akan Allah Swt kehendaki lenyap melalui tangan-tangan penguasa..” inilah urgensi umat memahami politik dalam kaidah ideologi islam demi membawa Indonesia menuju gerbang peradaban maju. wallahu’alam bishawab.
Oleh Pietra Kharisma
Berikan Komentar