Perseteruan antara dr.Richard & Karput di Dunia Skincare: Siapa Bilang Tak Ada Kaitannya Dengan Kebijakan Pemerintah?

Mediabogor.co, BOGOR – Tidak banyak yang tahu, bahwa penemu skincare pertama didunia adalah Al-Zahrawi (936-1013M), seorang dokter dan ahli bedah muslim asal Andalusia yang melakukan pengembangan produk kosmetika pada masa kekhilafahan islam yang digencarkan sejak abad ke-10 M.

Karyanya yang tertuang  dalam kitab al-Tasreef  menjelaskan pentingnya minyak gosok dan mengupas bahan pembuatannya secara detail. Kemudian, ia tuangkan pula cara-cara memperkuat gusi dan memutihkan gigi. Tak hanya soal itu, sebagai seorang muslim ia jelaskan pula cara perawatan kecantikan dalam batas-batas ajaran islam. Kitab al-Tasreef memiliki pengaruh besar di tanah Eropa. Yang dalam dunia kecantikan saat ini, Eropa dinilai sebagai pioner organic, natural and vegan skincare. Pada faktanya, justru Eropa banyak belajar dari kitab-kitab ilmuwan muslim.

Pada abad ke-12 M, hal semacam krim tangan, pembersih mulut, deterjen yang memiliki wewangian sudah ditemukan pada peradaban  islam di Spanyol.
Dokter muslim lainnya yang berkontribusi dalam dunia kecantikan adalah Ibnu Sina (980-1037M). Dalam buku fenomenalnya yang berjudul Canon of Medicine, beliau membeberkan cara-cara perawatan kulit, penyakit kulit serta penyembuhannya. Selain itu, ada pula pemaparan seputar masalah obesitas dan tubuh yang terlalu kurus serta dampaknya bagi penampilan.
Adapun soal dunia parfum yang selama ini dipahami berasal dari kota Paris, Perancis, lagi-lagi pada dasarnya dan lebih tepatnya berasal dari dunia islam. Bermula pada era kekhilafahan abad ke-8 M teknologi industri sudah dikembangkan. Sedangkan masyarakat Eropa baru mengenal parfum sekitar abad ke-14.

Runtuhnya kekhilafahan islam yang kemudian berganti dengan sistem kapitalisme tentu berdampak pada dunia kecantikan. Dimana opini rasis mulai digaungkan, terutama di Asia. Terlebih yang terjadi dewasa ini semakin terasa, betapa kapitalisme berhasil mendefinisikan bahwa kulit putih, hidung mancung, bulu mata lentik, bibir merah adalah kecantikan yang harus dimiliki segenap perempuan.

Tak ayal, akhirnya banyak perempuan berlomba-lomba tampil cantik secara rasis dengan menghalalkan segala cara. Sekalipun menyalahi fitrahnya. Kiblat mereka tidak lagi pada cantik akhlak dan iman. Tapi sibuk mempermak fisik sedemikian rupa tanpa mrnyadari bahwa rasisme telah menodai dunia kecantikan. Yang pada hakikatnya dalam islam, lahirnya produk-produk kecantikan merupakan bentuk syukur dengan menjaga kesehatan atas pemberian-Nya, bukan merubah pemberian-Nya seperti yang dilakukan oleh perempuan-perempuan masa kini.

Seiring meluasnya istilah insecure buah rasisme, mengakibatkan para mafia skincare memanfaatkan peluang ini sebagai bisnis yang menggiurkan tanpa memikirkan jangka panjang dampak bagi kesehatan para penggunanya. Dari mulai pemutih atau pelicin kulit bermerkuri, berhidroquinon, bersteroid dan kandungan zat berbahaya lainnya yang dipasarkan secara bebas, hingga ke tindakan ragam operasi yang tujuannya mengubah fisik tanpa adanya alasan kesehatan.

Perempuan memang selalu menjadi target empuk bisnis kapitalisme. Tak terhitung berapa oknum pengusaha skincare telah banyak merusak kesehatan para konsumennya. Dari mulai rusaknya skinbarrier, mengganggu kesehatan reproduksi hingga kematian/cacat pada janin bagi ibu hamil yang menggunakan. Bukan perkara sepele ketika kondisi kesehatan perempuan Indonesia kian memburuk karena menjadi korban para mafia produk kecantikan. Sebab, dari perempuanlah peradaban maju bermula.

Terkait semakin bermunculan korban-korban produk kecantikan berbahaya, salah seorang dokter aesthetic yakni dr. Richard Lee melalui akun socmednya berupaya mengedukasi perempuan Indonesia dengan cara membeberkan fakta-fakta mengenai ciri skincare yang berbahaya. Bahkan tak ragu, dalam kontennya ia berani membeberkan nama jelas brand produk kecantikan berbahaya tanpa sensor. Beliau juga terang-terangan menyindir para artis dan selebgram yang asal dalam menerima endorsement produk kecantikan.

Sudah jadi rahasia umum, bahwa endorsements merupakan kebohongan iklan yang dilegalkan, khususnya endorsement produk kecantikan. Dari sebuah konten edukasinya, dr Richard menyinggung mantan artis Kartika Putri sebagai salah satu selebgram yang dianggapnya asal dalam menerima endorse skincare. Bukan tanpa alasan, sebab endorse skincare yang diterima Karput adalah salah satu skincare yang sudah diuji lab-kan oleh dr Richard, dan memang hasil lab-nya terbukti mengandung zat kimia berbahaya, yakni hidroquinon. Yang jika digunakan jangka panjang dapat memicu kanker.

Pihak Karput menyanggah, ia mengaku bahwa endorse skincare yang ia terima sudah lengkap berkas keamanannya. Dari mulai uji lab, BPOM, hingga sertifikat halal MUI. Publik dibuat bingung, sebab keduanya memiliki bukti tertulis.
Kasat mata, sebetulnya tidak ada yang salah dari Karput, seorang yang awam dalam dunia skincare, tentu akan dengan mudahnya mempercayai berkas bukti keamanan produk yang diberikan oleh pihak pengendorse/produsen skincare. Pertanyaannya, siapa yang menjamin kejujuran seorang seller yang hidup dalam aturan kapitalis? Lain hal jika penerima endorse yang melakukan cek keamanan langsung dalam arti membuktikan sendiri keamanannya, hingga mendapatkan bukti lab “yang langsung diterima oleh pihak penerima endorse”. Biaya cek ulang keamanan oleh penerima endorse bisa saja dibebankan kepada owner skincare sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi. Tapi, tentu yang semacam ini mustahil dilakukan oleh pelaku endorsement produk kecantikan yang bernafaskan kapitalisme.

Fakta yang tidak banyak perempuan Indonesia ketahui, bahwa baik BPOM dan halal MUI tidak bisa dijadikan acuan mutlak dalam membuktikan aman atau tidaknya suatu produk. Sebab, kapitalisme melahirkan individu yang memandang segala sesuatunya berdasarkan asas manfaat semata. Bisnis dalam kapitalisme hanya mengenal untung dan rugi. Bukan halal haram, maka suatu kewajaran jika banyak mafia skincare yang menghalalkan segala cara untuk mengelabui konsumennya.

Bagi yang belasan tahun menggeluti dunia kecantikan, sudah dianggap lumrah ketika mendapati banyaknya oknum produsen yang memalsukan BPOM pada kemasan. Entah no.BPOM yang tidak valid. Atau produk yang diedarkan ke pasar berbeda dengan produk yang didaftarkan ke BPOM. Sulit bagi konsumen untuk make sure produk yang digunakannya aman atau tidak.

Dalam orasinya, dr Richard selalu mengopinikan BPOM adalah patokan yang utama dan mutlak. Sementara, jika dicek secara online, brand skincare yang dibuktikan berbahaya oleh dr.Richard juga memiliki sederet no.BPOM yang valid. Jadi, apakah betul hanya no.BPOM satu-satunya pegangan yang mutlak membuktikan suatu produk aman?

Hampir satu abad Indonesia diatur oleh sistem kapitalisme yang jauh dari aturan Allah, kesadaran umat dalam mengkaji ilmu perdagangan menurut sudut pandang Islam semakin berkurang. Akibatnya, masalah halal haram menjadi perkara yang teracuhkan atau bahkan tidak dianggap penting. Orang-orang banyak termakan prinsip kapitalis; mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tanpa mempertimbangkan aturan atau norma agama. Hal inilah yang menjadi penyebab berjamurnya mafia skincare yang melahirkan produk-produk berbahaya. Mereka tidak memikirkan dharar yang ditimbulkan.

Di masa kejayaan Islam, pemerintah teramat selektif dalam mengamati sepak terjang para pelaku ekonomi kreatif. Dakwah jadi kewajiban yang harus diemban oleh sebuah kepemerintahan yang berlandaskan pada Al Quran dalam membuat hukum. Pemerintah tidak hanya mengurusi perkara dunia umatnya. Hingga perkara akhirat umatpun, menjadi visi misi yang harus dijaga bagi kepemerintahan islam. Bagaimana ketika sistem islam betul-betul membuat jera oknum yang menjual produk berbahaya. Pemerintah mengedukasi umat secara masif, didukung pula dengan pelayanan kesehatan yang digratiskan bagi seluruh umat. Salah satunya fasilitas laboratorium untuk mengujikan keamanan suatu produk, yang disediakan disetiap wilayah, bukanlah hal yang mustahil diberlakukan oleh kepemerintahan islam. Kebijakan semacam inilah yang mematikan usaha para oknum pengusaha dangerous products.

Sejarah mencatat, peradaban islam pernah memimpin 2/3 dunia selama kurang lebih 13 abad. Tidak lebih dari 300 kasus terjadi sepanjang islam berjaya. Bayangkan, betapa sistem islam menciptakan masyarakat yang taat pada aturan Allah, minim sekali para pedagang/pengusaha yang berbuat curang apalagi mendzalimi para pembeli. Terlebih pelayanan kesehatan, seperti lab menjadi fasilitas yang digratiskan oleh pemerintah, tentu ini sebuah impian bagi masyarakat agar hidup senantiasa tentram diliputi keamanan. Bukan hal yang mustahil jika pemerintah memegang teguh islam dalam menjalankan tugasnya. Allah menjadi satu-satunya alasan bagi pemerintah melindungi dan memberikan pelayanan terbaik untuk umat. Sehingga, akan tercipta masyarakat yang jujur dan peduli terhadap nasib dunia & akhirat sesama. Semuanya akan dapat terealisasikan dengan hanya menjadikan Al Quran sebagai poros dalam menjalankan kepemerintahan. InsyaAllah, wallahu’alam bishawab.

Penulis : Pietra kharisma

Berita Terkait

Berikan Komentar