
Pelanggaran HAM Masih Jadi PR Besar Demokrasi Indonesia
Mediabogor.co, MALANG – Meski sudah menegaskan diri sebagai negara hukum dan demokratis dalam UUD 1945, praktik demokrasi di Indonesia dinilai masih menghadapi berbagai tantangan serius. Sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum tuntas, lemahnya penegakan hukum, hingga rendahnya kesadaran politik masyarakat menjadi sorotan para akademisi dan aktivis.
Konstitusi menempatkan demokrasi dan HAM sebagai pilar utama negara hukum. Pasal 1 ayat 2 dan 3 UUD 1945 menegaskan Indonesia menganut demokrasi konstitusional, di mana kedaulatan rakyat berjalan beriringan dengan supremasi hukum. Artinya, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi, namun pelaksanaannya harus sesuai aturan hukum.
Namun, dalam praktiknya, masih banyak kasus pelanggaran HAM yang menunjukkan lemahnya implementasi hukum. Tragedi Trisakti dan Semanggi (1998–1999), kekerasan di Timor Timur, penghilangan paksa aktivis (1997–1998), hingga kasus pembunuhan aktivis HAM Munir (2004) menjadi catatan hitam perjalanan demokrasi Indonesia.
“Demokrasi ideal hanya bisa tercapai apabila HAM benar-benar dijunjung tinggi. Keduanya saling melengkapi sebagai syarat negara hukum yang adil dan berdaulat,” tulis salah satu kajian yang dimuat dalam jurnal hukum terbaru.Tantangan Demokrasi di Era DigitalSelain kasus pelanggaran HAM, persoalan lain muncul dari rendahnya literasi politik masyarakat. Riset menunjukkan, lemahnya pemahaman politik membuat warga rentan terhadap penyebaran hoaks dan manipulasi informasi di media sosial.
Kondisi ini berpotensi melemahkan kualitas demokrasi di era digital.Partisipasi publik yang rendah dalam mengawasi jalannya pemerintahan juga memunculkan kesenjangan antara prinsip demokrasi yang ideal dengan realitas politik. Padahal, salah satu ukuran negara demokratis adalah sejauh mana rakyat dapat bebas menyuarakan pendapat, beragama, serta diperlakukan sama di depan hukum.
“Kesadaran politik warga harus terus ditumbuhkan agar penegakan HAM tidak hanya bergantung pada negara, tetapi juga didukung partisipasi masyarakat sipil,” kata seorang peneliti politik.Pancasila Sebagai LandasanPancasila dinilai masih relevan menjadi penuntun arah demokrasi Indonesia.
Nilai-nilai dalam lima sila diyakini mampu menghubungkan demokrasi dengan penghormatan HAM. Misalnya, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menegaskan pentingnya kesetaraan di hadapan hukum, sementara sila Kerakyatan menekankan hak rakyat untuk bermusyawarah secara bebas tanpa paksaan.Para akademisi mengingatkan, tanpa pengamalan Pancasila secara konsisten, demokrasi Indonesia berisiko melemah.
“Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga pandangan hidup serta sumber nilai yang wajib diamalkan oleh seluruh warga negara,” tulis laporan tersebut.Harapan dan RekomendasiMeski masih jauh dari sempurna, upaya perbaikan demokrasi terus berjalan. Penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil), penguatan lembaga perwakilan rakyat, hingga pembentukan lembaga perlindungan HAM menjadi langkah penting menuju negara hukum demokratis yang ideal.Beberapa rekomendasi yang dinilai penting antara lain:• Mengoptimalkan peran lembaga legislatif agar lebih efektif menyalurkan aspirasi rakyat.• Menegakkan prinsip persamaan di depan hukum tanpa pandang bulu.• Menjamin perlindungan HAM bagi setiap individu.•
Menyelenggarakan pemerintahan sesuai amanat rakyat dan UUD 1945.• Menghadirkan peradilan independen yang bebas intervensi.Menuju Demokrasi KonstitusionalPara pakar menilai, Indonesia masih berada dalam proses menuju negara hukum demokratis yang ideal. Tantangan berupa pelanggaran HAM, ketidaksetaraan hukum, hingga rendahnya kesadaran politik masyarakat memang belum sepenuhnya teratasi.
Namun, dengan komitmen pada UUD 1945 dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, demokrasi Indonesia diharapkan semakin matang. Harapan akhirnya adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang adil, sejahtera, dan makmur, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pembukaan UUD 1945.
Oleh Syahidah Mahda Al Quds
Berikan Komentar