
Mengenal Proses Pengembalian Pamor Pusaka Kujang Melalui Proses Mewarangi
Mediabogor.com, Bogor – Masa lalu tidak hanya meninggalkan kisah dan tradisi, melainkan juga mewarisi beberapa peninggalan bukti sejarah berupa pusaka. Sebagai daerah yang menjadi pusat Kerajaan Sunda, Bogor mewariskan sangat banyak pusaka, khususnya Kujang.
Menariknya, Kujang memiliki bentuk dan pamor yang sangat beragam. bentuk dan pamor Kujang saya saksikan secara langsung di kediaman Kang Roni yang memiliki beragam jenis Pusaka Kujang dari berbagai generasi.
Dari ragamnya Kujang, Pamor menjadi salah satu penilaian hal yang berbeda dari antar-pusaka Kujang tersebut. Bila melihat Pusaka Kujang yang asli secara mendetail, kita akan disuguhkan banyaknya jenis bentuk dan pamor kujang,Kang Roni menjelaskan bahwa Pamor sendiri adalah corak pada sebilah pusaka yang dihasilkan dari perpaduan Besi, Baja, Nikel, dan Batu Meteor. Adanya Pamor karena Pusaka dibuat melalui proses teumpa lipat dari berbagai unsur pembentuknya.
Sebagai informasi, pada pembuatan Kujang diperkirakan campuran bahan antara Baja, Besi, Nikel dan Batu Meteor dari sekitar puluhan hingga ratusan kali lipatan dengan jumlah lipatan sebanyak ini dapat diperkirakan munculnya pamor pada bilah Kujang lebih tegas.
Namun, karena Pusaka Kujang merupakan peninggalan dari masa lampau yang berusia lebih dari ratusan tahun, sangat banyak Pusaka Kujang yang pamornya tertutup oleh karat atau platina yang menyelimutinya. Apalagi, Pusaka hasil temuan yang biasanya sudah memfosil bersama batu dan tanah. Untuk itu, Kang Roni juga menambahkan bahwa agar Pamor pada Pusaka Kujang dapat dimunculkan lagi, perlu dilakukan proses yang disebut Mewarangi.
Mewarangi adalah proses pengawetan dan pengembalian Pusaka ke dalam keadaan semula seperti ketika Sang Mpu pertama kali membuat pusaka tersebut.
Bahagianya saya, karena pada tanggal 18 Oktober 2017 lalu, saya berkesempatan menyaksikan secara langsung proses mulia tersebut dari awal hingga akhir. Proses ini di mulai dari perjalanan saya menemani Kang Roni untuk memborong ramuan utama Mewarangi, yaitu Jeruk Nipis.
Jalan Lawangseketeng dua, Pasar Bogor menjadi tujuan utama kami malam itu, ya, tepatnya pukul 23.00 malam saya menemani Kang Roni dalam memilih dan membeli satu kilo buah jeruk nipis. Jeruk nipis yang berwarna kuning, agak besar dan agak lembek ketika dipijat menjadi jeruk yang dipilih.
“Cara memilih jeruk itu yang besar, segar dan lembek ketika dipijat, hal itu menandakan kandungan airnya banyak, karena hal itu yang kita butuhkan,” jelas pria yang akrab dipanggil Sanghyang Naga itu.
Setelah membeli Jeruk Nipis, kami beranjak pulang ke rumah Kang Roni, di tengah perjalanan pulang, tepatnya saat melalui area Batu Tulis, pria yang lahir dan besar di Batu Tulis tersebut bercerita kepada saya bagaimana kondisi tanah di area Batu Tulis saat ini dan hal itu masih sangat erat dan dekat dengan kondisi dahulu.
Zaman Kerajaan Padjajaran yang juga tertera di mahakarya Buku Sejarah Bogor yang ditulis oleh Guru Besar Saleh Danasasmita. Akan jauh lebih panjang tulisan ini bila hasil pelajaran malam itu di area Batu Tulis juga saya tumpahkan di sini, sedangkan, tujuan utama tulisan ini adalah menceritakan Mewarangi Pusaka Kujang.
Sesampai di rumah, Kang Roni langsung mengajak saya untuk memulai proses. Di mulai dengan menyiapkan wawangian (dupa gaharu dan kembang setaman) dan juga tawasulan yang dikhususkan kepada Guru Teupa, Kang Roni memulai proses Mewarangi.
Sebagai informasi, Mewarangi melalui berbagai proses, dari mulai Perendaman, Pembersihan Karat, Mutih, Persiapan Mewarangi, dan terakhir Pengepyokan. Dan saya akan coba jelaskan satu persatu proses tersebut.
1. Perendamam dengan air kelapa atau cairan citrun, dengan tujuan untuk membersihkan karat dengan proses perendaman selama tiga sampai empat hari, lalu dicuci dan disikat dengan ramuan air jeruk nipis dan sabun colek, dan bila Bilah Pusaka masih ada karatnya, Bila Pusaka harus direndam lagi selama tiga sampai empat hari lagi , lalu dicuci kembali seperti proses pertama.
Proses ini biasanya dilakukan selama dua sampai tiga minggu.
“Proses ini dilakukan untuk Pusaka hasil temuan yang sudah memfosil,” jelas Kang Roni.
2. Kemudian Pembersihan Karat dengan ramuan jeruk nipis yang berkulit kuning dan berukuran agak besar lalu ditambahkan sabun colek. Kang Roni mengutarakan, “Untuk sabun colek, usahakan pilih yang daya pembersihnya tinggi terhadap karat dan platina seperti Sabun Colek bermerek Ekonomi atau Palm,” saran Kang Roni.
Kemudian, ramuan yang sudah dicampur tersebut dioles pada sebilah pusaka, lalu digosok satu arah menggunakan sikat gigi atau sikat plastik. Proses ini dilakukan terus menerus sehingga bilah pusaka sudah bersih tanpa karat. Untuk proses ini memakan waktu lama dan dilakukan berkali-kali.
“Pada tahap ini kita dapat menggunakan sikat kawat tembaga halus, alat tersebut dapat digunakan, namun penggunaan sikat jenis ini tidak dianjurkan karena bersifat ekstrem, sehingga dapat mengikis pamor pada Bilah Pusaka tersebut,” saran suami dari Ari Rosalina tersebut.
3. Kemudian lanjut memasukin proses Mutih. Mutih bertujuan menghilangkan sisa-sisa karat, warangan lama, dan suatu proses pelunakan besi agar ketika diwarangi, diharapkan Bilah Pusaka mengalami perubahan warna degradasi antara besi, baja dan pamor.
Adapun ramuan mutih adalah, 3:1, yaitu tiga buah jeruk nipis dan satu sendok teh sabun colek dilakukan berkelanjutan dan berulang-ulang dengan cara ramuan dioleskan pada Bilah Pusaka menggunakan kuas, lalu didiamkan satu hingga lima menit, kemudian dibilas dengan air, sambil digosok menggunakan sikat plastik. Cara ini dilakukan berulang-ulang hingga dicapai warna putih bersih pada keseluruhan permukaan Bilah Pusaka Kujang. Lalu, keringkan bilah dengan cara dipijat-pijat memakai kain atau handuk, lalu pusaka siap memasuki proses diwarangi.
4. Persiapan Mewarangi:
– Warangan merupakan fermentasi air jeruk nipis yang disaring kemudian dicampur dengan batu warangan (batu arsenik), lalu dijemur dan dibiarkan selama enam bulan hingga satu tahun.
– Untuk memulai tahap ini, siapkan air warangan yang sudah jadi, kemudian jemur lima hingga tiga puluh menit, lalu masukan ke dalam wadah yang berbentuk persegi panjang atau dapat juga menggunakan baskom (ukuran wadah ditentukan oleh panjang pusaka dengan tujuan, agar semua bilah pusaka dapat terendam oleh air warangan tadi.
– Kemudian masukan Bilah Pusaka yang sudah diputih, rendam selama 15 menit-30 menit dengan catatan di bawah terik matahari.
– Angkat bila yang sudah direndam dan biarkan sambil dijemur. (Pada proses penjemuran tadi, terjadi reaksi kimia antara air warangan dengan Bilah Pusaka, Baja, dan Besi akan menghitam, sedangkan Batu Meteor dan Nikel akan membentuk warna putih, dan itulah yang disebut Pamor.
5. Lalu masuk ke tahap akhir, yaitu Pengepyokan (dikeprok).
– Pengepyokan adalah pembersihan sisa air jeruk nipis yang terdapat pada warangan.
– Pengepyokan perlu dilakukan agar bilah pamor pusaka dapat lebih timbul secara sempurna, tegas dan lugas.
Ramuan:
– 1/4 sendok teh sabun colek
– Tiga tetes air jeruk nipis
– Lalu diaduk sehingga menghasilkan busa
– Lalu, busa tersebut yang kita pakai untuk pengepyokan yakni dengan cara busa dioleskan pada Bilah Pusaka kemudian dikeprok atau dipijat menggunakan tangan.
– Lalu, bilas dengan air, keringkan dengan kain atau handuk dengan cara dipijat-pijat.
Sambil mengakhiri proses mewarangi, ayah dari Raja Aulia Al Ramdani dan Sultan Prabu Al Ramdani menambahkan, “Waktu pewarangan terbaik adalah 08.00 hingga 11.00 pagi dalam kondisi cuaca terik,” ujarnya. (RF)
Berikan Komentar