
Menakar Kepentingan Dana Yang Tertukar
mediabogor.com, Bogor – Innalillahi wa innailaihi rooji’un. Jayapura berduka. Banjir dan longsor menerjang pada Sabtu, 16 Maret 2019. Kawasan terdampak parah yakni Distrik Sentani, Waibu, dan Sentani Barat. Hingga saat ini tercatat 113 jiwa meninggal, 107 luka berat, dan 108 luka ringan. Selain itu, 94 orang dilaporkan hilang. Jumlah pengungsi yang terdampak banjir mencapai 11.156 orang yang tersebar di sejumlah lokasi pengungsian di Jayapura (m.detik.com, 23/3/2019).
Duka dan kesedihan melanda Jayapura. Wilayah terdampak luas dan korban begitu banyak. Penanggulangan masih terus berlangsung. Bantuan dari swadaya masyarskat masih terus mengalir. Namun, sangat disayangkan dana penanggulangan dari pemerintah hanya Rp 1 miliar. Aktivis Kemanusiaan Natalius Pigai membandingkan Apel Kebangsaan di Semarang, dengan dana bantuan korban banjir bandang di Sentani, Jayapura, Papua. Ia mengatakan, Apel Kebangsaan menghabiskan anggaran negara hingga Rp 18 miliar. Sementara, dana bantuan bencana banjir bandang yang terjadi di Sentani, Jayapura, Papua hanya Rp 1 miliar (suara.com, 19/3/2019).
Hal yang sangat miris untuk diperbandingkan. Dana Apel Kebangsaan digelontorkan jor-joran, namun untuk bencana dana yang dikeluarkan sangat minim. Sikap pemerintah seperti ini mencerminkan kepentingan yang berbeda. Pemerintah pada akhirnya dinilai tidak mementingkan penanggulangan bencana secara maksimal. Bahkan sikap seperti ini dikaitkan dengan perhelatan Pilpres yang segera digelar. Apel Kebangsaan dianggap lebih penting untuk menaikkan elektabilitas dan meraih dukungan bagi petahana. Namun, masyarakat dan Sentani bertambah duka dengan melihat sikap pemerintah yang tidak proporsional dan rasional ini.
Penanggulangan bencana yang tidak maksimal oleh pemerintah sering kali terjadi. Seolah lebih mengharapkan bantuan dari organisasi sosial dan swadaya masyarakat. Pemerintah memperlihatkan tidak berada pada garis terdepan. Bahkan bencana demi bencana, penguasa sibuk melakukan foto pencitraan.
Lebih jauh lagi, dana bantuan yang minim akan semakin menyayat hati jika kita menengok pembangunan infrastruktur di Pulau berbentuk burung ini, seolah diklaim sebagai prestasi pemerintah dengan alasan untuk rakyat, namun tidak dengan dana tanggap bencana. Jika demikian, pembangunan infrastruktur untuk siapa? Apakah ada keuntungan dan kepentingan?
Sikap yang tertukar dari pemerintah saat ini karena hilangnya filosofi bahwa pemerintah adalah pelayan bagi rakyatnya. Pemerintah saat ini selalu menghitung untung rugi dalam pelayanan dan menetapkan kebijakan untuk rakyat.
Dalam Islam, penguasa harus memahami bahwa ia adalah pelayan bagi rakyatnya. Kebijakan dan sikap yang diambil dalam kepemimpinannya akan mengutamakan rakyat dan menempatkan pengaturan sesuai syariat Islam. Sehingga sikap dan kebijakan yang diambil akan rasional, proporsional dan adil sesuai tuntunan syariat.
Rina Kusrina, MSi (Pengamat)
Berikan Komentar