Megaproyek Pusat Pemerintahan Kota Bogor

Megaproyek Pusat Pemerintahan Kota Bogor

Mediabogor.id, BOGOR – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat terus mematangkan rencana pemindahan pusat pemerintahan. Pilihan jatuh ke kawasan Bogor Raya, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur.

Nantinya akan dibangun komplek perkantoran pemerintahan yang terintegrasi. Termasuk gedung Balai Kota Bogor yang baru dan kantor-kantor organisasi perangkat daerah (OPD). (www.kompas.com)

Niat pemindahan ini bukan rencana mentah yang tiba-tiba, namun sudah diajukan sejak 2014 lalu. Banyak dorongan untuk menggeser pusat pemerintahan. Diantaranya diungkapkan oleh wakil walikota adalah kebutuhan OPD untuk bisa memiliki sarana perkantoran yang memadai. Pemkot ingin menata ulang pengadaan kantor pemerintah dalam satu kawasan. Beberapa perangkat daerah masih ada yang belum memiliki kantor resmi. Beberapa kantor juga masih berlokasi di pemukiman. Bahkan ada juga yang menggunakan bukan aset Pemkot Bogor. (www.tempo.co) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor Erna Hernawati malah berpendapat bahwa komplek Balai Kota saat ini sempit dan tidak representatif. Lahan parkir juga kurang luas. Semakin menguatkan dorongan untuk segera pindah. (www.pikiranrakyat.com)

Rencana proyek pemindahan ini ternyata membawa proyek lain untuk ikut diwujudkan. Yakni menjadikan wilayah Bogor Raya sebagai kota mandiri. Akan dibangun 12 tower apartemen, ada mal, dua unit hotel, kawasan komersial seperti restauran dan danau pengendali banjir. Sehingga rencana ini menjadi sebuah megaproyek. Menurut Bima Arya, megaproyek ini sesuai dengan cita-cita kota Bogor sebagai kota pusaka (heritage), hijau (green), dan cerdas (smart). (radar bogor.co.id) Megaproyek ini sudah sangat matang direncanakan. Pemkot sudah menggandeng PT. Sejahtera Eka Graha (SEG) sebagai Badan Usaha Milik Kementerian Keuangan serta meminta partisipasi pihak swasta, summarecon. (www.isubogor.pikiran-rakyat.com)

Rencana yang sudah matang ini ternyata tidak disambut baik oleh DPRD kota Bogor. Ketua DPRD kota Bogor, Atang Trisnanto dari fraksi PKS meminta rencana ini ditunda. Pemkot diminta memprioritaskan kebutuhan masyarakatnya terlebih dahulu. Jembatan MA Salmun rusak. Jembatan penyeberangan dari Gunung Batu ke Kebon Kelapa masih bermasalah. Beberapa tanggul penahan tanah di beberapa pemukiman banyak yang rusak. Penanganan banjir di kecamatan Bogor Utara dan Tanah Sareal belum terealisasi. (www.bogoronline.com)

Pendapat pak Atang sepertinya harus diperhatikan oleh pemkot Bogor. Penguasa diangkat untuk melayani masyarakat. Prioritas aktivitas penguasa adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Kebutuhan makan, minum, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, keamanan, hingga fasilitas umum yang layak. Sebagaimana islam telah mewajibkannya kepada para penguasa untuk mengurus rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda:

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Adapun tentang pemindahan pusat pemerintahan, islam tidak melarangnya. Pada masa kekhilafahan islam, ibukota khilafah beberapa kali berpindah. Bahkan saat di Baghdad, Irak, dilakukan pembangunan dari nol. Gedung-gedung perkantoran dan pelayanan masyarakat dibangun berdekatan/berintegrasi. Memberikan kemudahan dan keefektifan bagi pemerintah dan rakyatnya. Pembiayaan pembangunan ini berasal dari anggaran negara. Bukan dana hibah yang sejatinya merupakan pinjaman lunak. Pinjaman yang tetap harus dibayar disertai bunganya. Pinjaman ini akan dicicil pembayarannya dengan mengandalkan pajak yang berasal dari rakyat. Lagi-lagi pembangunan dibebankan pada rakyat. Bukan pula berasal dari dana investasi swasta. Aset pemkot yang berharga akan dikuasai swasta. Sedangkan pemkot hanya mendapatkan secuil penghasilan dari pajak investasi. Pihak swasta yang akan memperoleh keuntungan yang berlipat.

Sistem khilafah mampu membiayai pembangunannya semata-mata dari pendapatan negara yang memang melimpah. Pendapatan yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam (seperti: minyak bumi, gas alam, batubara, aneka barang tambang, dll), ghanimah, kharaj, fa’i, usyur, dll. Dengan sistem keuangan seperti ini, memungkinkan sebuah kota bahkan negara membangun pusat pemerintahan yang layak, terintegrasi, dan ramah lingkungan. Tanpa membebankan pembiayaan pada rakyat.

Oleh: Vinci Pamungkas

(Pemerhati Kebijakan Pemerintah)

Berita Terkait

Berikan Komentar