
Manusia Tempat Sampah
Mediabogor.com, Bogor. Cucu Cahyono atau yang akrab disapa Pak Jangkung tengah berjalan melintasi ramainya jalan tol. Bukan untuk atraksi atau unjuk kekuatan, tapi apa daya inilah jalan satu-satunya menuju MCK. Dengan menggendong cucunya, Pak Jangkung setiap hari mengantar nyawa demi mendapat sebuah kebersihan.
Bersih? Belum tentu. Coba lihat, siapa yang bisa menjamin air yang digunakannya memandikan cucunya sudah layak pakai? Air itu bukan air dari PDAM Kota Bogor, tapi hanya mengandalkan mata air di sekitar MCK.
Di MCK inilah warga miskin Kota Bogor berusaha memantaskan diri menjadi masyarakat Metropolitan agar tak tergerus zaman.
Usai mandi, Pak Cucu kembali ke persinggahannya untuk bersiap-siap bekerja.
Persinggahan? Seperti inikah rumah tempatnya berlindung dari terik matahari dan dinginnya malam?
Bak sampah yang disulap menjadi bedeng berukuran 1×4 meter dan sudah ditinggali bersama anak dan cucunya selama delapan tahun!
Bekerja? Bekerja di perusahaan apa kalau setelah membersihkan diri, kemudian dia harus kembali berkubang dengan baunya tumpukan sampah!
Mereka hanyalah masyarakat tempat sampah yang sudah terbiasa dihina seperti bak sampah.
Bekerja mencungkili tumpukan sampah, menjual sampah, dan makan dari sampah.
Panas, Ah dia sudah biasa. Lapar, puasa saja. Berharap hasil mengumpulkan sampah tiga hari belakangan ini bisa dipakai untuk makan anak, istri, dan cucunya.
Melihat hasil yang diperoleh dalam tiga hari ini, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur.
Biarlah Pak Jangkung pulang membawa uang sebesar Rp. 44.000
Kurang? Maaf, isterinya tidak pernah mengeluh berapapun hasilnya.
Makan bersama selalu dilakukan walau hanya dengan sepotong gorengan dan ikan tongkol.
Bisakah Anda bayangkan, mereka tinggal di atas rumah bak sampah berukuran 1x4m, makan di atas sampah? Inikah yang disebut pembangunan dan keadilan?
Berikan Komentar