
Lebih Penting Mana, Berkurban atau Bayar Hutang Dahulu?
Mediabogor.com, News – Tak lama lagi Umat Muslim akan segera memasuki bulan Zulhijah. Selain ibadah haji, bulan Zulhijah ini menjadi waktu pelaksanaan ibadah kurban. Berkurban dilakukan bersamaan dengan Idul Adha yaitu pada tanggal 10 Zulhijah, dan dapat juga dilakukan pada hari Tasyrik yaitu 11, 12 dan 13 Zulhijah.
Jika tak dipersiapkan jauh-jauh hari, bagi sebagian orang biaya berkurban kadang dirasakan cukup berat. Untuk mengatasi hal ini, di kalangan masyarakat Indonesia ada kebiasaan untuk melaksanakan kurban secara arisan atau urunan. Bagaimanakah hukumnya?
Sebagian alim ulama menilai, mengadakan arisan dalam rangka berkurban masuk dalam pembahasan berutang untuk kurban. Karena hakekat arisan adalah utang. Sebagian ulama menganjurkan untuk berkurban, meskipun harus melaksanakannya dengan berutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36) Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah aqiqah.
Beliau menyarankan agar orang yang tidak memiliki biaya aqiqah agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran.
Sufyan At Tsauri rahimahullah mengatakan: Dulu Abu Hatim pernah ber-utang untuk membeli unta kurban. Beliau ditanya: “Kamu berutang untuk beli unta kurban?” beliau menjawab: “Saya mendengar Allah berfirman yang artinya, ‘kamu memperoleh kebaikan yang banyak’ (pada unta-unta qurban tersebut).” (QS: Al Hajj:36).”
Namun sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan utang dari pada berkurban. Di antaranya adalah Syaikh Ibn Utsaimin. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya utang maka selayaknya mendahulukan pelunasan utang dari pada berkurban.”
Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi kurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit utang, dan beliau jawab: “Jika dihadapkan dua permasalahan antara berkurban atau melunaskan utang orang faqir maka lebih utama melunasi utang, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.”
Namun pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berutang ketika kurban dipahami untuk kasus orang yang keadaanya mudah dalam melunasi utang atau kasus utang yang jatuh temponya masih panjang.
Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan utang daripada kurban, adalah untuk kasus orang yang kesulitan melunasi utang atau utang yang menuntut segera dilunasi. Terdapat satu tradisi di lembaga pendidikan di Indonesia, ketika Idul Adha tiba, sebagian sekolah menggalakkan kegiatan latihan kurban bagi siswa. Masing-masing siswa dibebani iuran sejumlah uang tertentu. Hasilnya digunakan untuk membeli kambing atau sapi, sesuai dengan cukupnya uang.
Perlu dipahami bahwa kurban adalah salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki aturan tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari’at. Keluar dari aturan ini maka tidak bisa dinilai sebagai ibadah kurban alias kurbannya tidak sah. Di antara aturan tersebut adalah masalah pembiayaan.
Sebagaimana dipahami, biaya pengadaan untuk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Sedangkan pembelian seekor sapi, pembayarannya bisa ditanggung oleh 7 orang. Oleh karena itu kasus tradisi ‘kurban’ dengan urunan seperti di atas tidak dapat dinilai sebagai kurban.
(sumber:arah.com)
Berikan Komentar