KWSC Minta Kemenko Polhukam Pastikan Hukum Tegak di Sentul City

mediabogor.com, Bogor – Diketahui, warga Sentul City sedang menghadapi berbagai persoalan hukum dengan Sentul City. Saat ini, warga sudah memenangkan dua gugatan di MA, yaitu terkait pengelolaan air dan iuran pengelolaan lingkungan yang bisa mencapai milyaran per rumah. Namun, setelah kemenangan di pengadilan ada dugaan intervensi Kemenkopolhukam dan warga khawatir putusan yg sudah final tidak dijalankan.

Pada 13 Juni 2019, Komite Warga Sentul City menerima surat undangan bertanggal 12 Juni 2019 dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Surat tersebut mengundang kami kepada sebuah rapat di Ruang Rapat Hotel IZI Jalan Ciheuleut Nomor 25, Baranangsiang, Kota Bogor, pada Senin, 17 Juni 2019 dengan agenda Rapat Koordinasi Penyelesaian Permasalahan di Kawasan Permukiman Sentul City antara PT Sentul City dengan Komite Warga Sentul City yang melibatkan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya.

Kami menghormati undangan tersebut. Namun sebelum rapat itu berlangsung, izinkan kami menyampaikan beberapa hal yang menjadi concern kami terkait agenda rapat kepada publik.

Pertama, permasalahan di kawasan permukiman Sentul City, yakni privatisasi layanan air bersih dan pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas, telah memasuki sistem peradilan yang telah menghasilkan dua putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 463 K/TUN/2018 pada intinya membatalkan Keputusan Bupati Bogor tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum kepada PT Sentul City Tbk dan mewajibkan Bupati Bogor untuk mencabut keputusan itu.

Kemudian Putusan Mahkamah Agung Nomor 3415 K/Pdt/2018 yang pada intinya menghukum PT Sentul City untuk bertanggung jawab membiayai pemerliharaan prasarana, sarana, dan utilitas di kawasan Permukiman Sentul City sampai adanya penyerahan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dan menyatakan PT Sentul City Tbk dan anak perusahaannya tak berhak menarik biaya pemeliharaan dan perbaikan lingkungan dari warga di seluruh kawasan Sentul City.

Kedua, permasalahan di kawasan Sentul City juga telah memasuki sistem pengawasan pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya. Pada 27 November 2018, Ombudsman telah menyampaikan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan yang pada intinya menyimpulkan bahwa Bupati Bogor telah melakukan malaadministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum di Sentul City dan dalam penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas di Sentul City. Ombudsman mengajukan langkah korektif agar Bupati Bogor segera mengalikan penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum kepada PDAM Tirta Kahuripan dan melakukan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas dari PT Sentul City, Tbk.

Ketiga, dengan dua kondisi di atas, kami menilai adalah lebih tepat dan pas bagi Pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenko Polhukam, untuk memastikan putusan Mahkamah Agung yang telah menjadi hukum tersebut ditegakkan di Sentul City. Ini karena hingga kini, baik Bupati Bogor maupun PT Sentul City masih enggan melaksanakan putusan secara sukarela.

Keempat, penggunaan frasa “koordinasi penyelesaian” dalam agenda rapat dapat berpotensi dinilai sebagai “intervensi terhadap hukum”, terlebih sudah ada dua putusan inkrah terkait permasalahan di Sentul City.

Kelima, sebelum adanya dua putusan inkrah tersebut, kami telah berupaya memohon langkah proaktif Pemerintah pusat dalam penyelesaian permasalahan di Sentul City. Namun, upaya kami tak menghasilkan respons yang layak dan wajar dari Pemerintah pusat.

Keenam, kami merasa akan lebih tepat jika pertemuan terkait dengan urusan publik dilakukan di kantor-kantor pemerintahan ketimbang di sebuah hotel. Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pernah melakukan pertemuan terkait permasalahan di Sentul City di salah satu kantor milik Kementerian.

 

Sentul City, 15 Juni 2019
Deni Erliana, Juru Bicara KWSC

Berita Terkait

Berikan Komentar