
Feminisme mengeksploitasi & memperbudak wanita.
Feminisme mengeksploitasi & memperbudak wanita.
Oleh. Pietra Kharisma
Menarik, dilansir dari kompas.com terlampir data dari Komisioner Komnas Perempuan yakni, Mariana Amiruddin menyatakan; dari tahun ke tahun kejahatan atau kekerasan terhadap perempuan terus meningkat.
Tercatat kenaikan sebesar 300 persen terjadi pada kasus kekerasan terhadap perempuan lewat dunia siber yang dilaporkan melalui Komnas Perempuan.
Kenaikan tersebut cukup signifikan dari semula 97 kasus pada 2018, menjadi 281 kasus pada tahun 2019.
Menurut Mariana, perempuan banyak menjadi korban intimidasi berupa penyebaran foto atau video porno, dan mirisnya mayoritas pelaku adalah kerabat dekat.
Mengemuka pula, kasus pinjaman online yang mengintimidasi korban perempuan dan dipaksa membayar utangnya dengan cara pelecehan seksual. Lebih menjijikan lagi, “jika suaminya yang berhutang, maka istrinya diminta sebagai pengganti pinjaman online” kata Mariana.
Kasus-kasus diatas sangat memperjelas. Bahwa, gerakan kesetaraan gender yang lahir sejak akhir abad ke-18 dan berkembang pesat sepanjang abad ke-20 tidak pernah kunjung menunjukkan solusi tuntas. Karena nasib kaum wanita tetap dan semakin terpuruk sampai detik ini tidak terselesaikan, bahkan semakin mengalami kehancuran.
Hal ini juga dibuktikan dari penuturan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Perempuan Internasional pekan lalu; Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus yang menyoroti “masih sulitnya akses pelayanan kesehatan mendasar bagi perempuan di dunia dan terus menderita dari penyakit yang seharusnya dapat dicegah dan diobati”.
Padahal secara global, 70 persen tenaga kesehatan adalah perempuan tetapi hanya 25 persen saja di antara mereka yang mampu berperan hingga level manajemen.
Hal ini merupakan tamparan bagi para pejuang feminisme. Bahwa kampanye kesetaraan gender gagal disebut solusi, karena faktanya hanya akan menimbulkan kekacauan baru.
Tak dipungkiri, lagi-lagi kekerasan inses pada anak-anak perempuan juga semakin merebak. Dari laman tempo.co terdata kekerasan terhadap anak perempuan naik 65 Persen di 2019. Komnas mencatat terjadi 2.341 kasus atau naik 65 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.417 kasus.
Komnas Perempuan mencatat inses menjadi salah satu bentuk kekerasan seksual yang mendominasi dan sulit dilaporkan oleh korban karena menyangkut relasi keluarga. Jika korbannya anak perempuan, ibu korban sulit menyoal pelaku yang notabene adalah suaminya. “Kasus inses dengan pelaku ayah dan paman menunjukkan mereka adalah dua orang yang belum tentu menjadi pelindung dalam keluarga,” kata Mariana dalam peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) 2020 Komnas Perempuan di Hotel Mercure, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Februari 2020.
Inilah, buah-buah feminisme yang membentuk karakter seorang ibu haruslah menjadi pekerja keras yang bebas keluar rumah demi mencari nafkah. Lalu meninggalkan kewajiban utamanya dalam menjaga, merawat dan mendidik anak-anaknya. Dalam islam anak memiliki hak asuh yang haruslah dipenuhi oleh ibu kandung, tak tertunaikan dalam sistem kapitalis karena para ibu teracuni oleh paham lumpuh feminisme. Tak heran jika kemudian banyak suami yang menganggur tersebab feminisme mencitrakan wanita sebagai pekerja profesional yang menguntungkan bagi perusahaan dibanding kinerja lelaki. Tentu hal ini berdampak pada keharmonisan keluarga & kualitas generasi muda.
Keadaan perempuan yang terpuruk saat ini jelas bersumber dari lahirnya feminisme yang semakin menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Berbalut iming-iming kebebasan berekspresi padahal justru wanita tengah disetting sebagai budak dunia. Yakni sebagai alat pemutar mesin produksi dan boneka berjalan, sekaligus pangsa pasar bagi produk-produk para kapitalis.
Aturan-aturan islam menjamin kesejahteraan hakiki justru diabaikan. Islam yang hakekatnya menjaga kemuliaan wanita, justru ditinggalkan.
Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan bahwa peran utama kaum wanita adalah penjaga generasi. Yakni sebagai ibu dan manajer rumah tangga. Sebuah peran yang sangat multilink dan politis bagi sebuah bangsa dan umat. Untuk itu, Allah SWT menetapkan berbagai aturan yang menjaga kaum wanita dan menjaga kehormatan mereka sehingga posisi multilink ini bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Islamlah yang sesungguhnya memberi kebebasan bagi kaum wanita. Islam membuka ruang bagi kaum wanita untuk masuk dalam kehidupan umum, berkiprah ke dalam aktivitas-aktivitas yang dibolehkan semacam jual beli dan sebagainya, maupun untuk melaksanakan aktivitas yang diwajibkan syariat, seperti menuntut ilmu dan berdakwah. Jika wanita mengambil peran dalam aktivitas umum ini, Islam mewajibkan kaum wanita menggunakan pakaian khusus yang menutup semua aurat mereka, yakni jilbab(gamis) dan khimar (kerudung), melarang ber-tabarruj dan memerintahkan pria dan wanita menjaga pandangan mereka, melarang mereka berkhalwat, serta memerintahkan kaum wanita yang hendak bepergian jauh untuk disertai mahramnya. Sehingga dengan aturan-aturan ini, kehormatan keduanya akan selalu terjaga dan terhindar dari kerusakan moral semacam pergulan bebas dan tindak kejahatan seksual sebagaimana yang kerap terjadi dalam masyarakat kapitalistik sekarang ini seperti yang diungkapkan oleh komnas perempuan diatas.
Agar peran wanita sebagai penjaga generasi & pengatur manager politik dalam rumah tangga berjalan sesuai fitrahnya. Islam memerintahkan sebuah negara untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan hingga memfasilitasi para suami untuk mendapatkan kemudahan mencari nafkah dan menindak mereka yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Juga mewajibkan para wali perempuan untuk menafkahi, jika suaminya lumpuh/meninggal. Dan jika pihak-pihak yang berkewajiban menafkahi memang tidak ada, maka negaralah yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan para wanita, khususnya ibu.
Perlindungan dan pemenuhan kesejahteraan perempuan bahkan segenap rakyat secara keseluruhan oleh negara telah banyak dibuktikan oleh sejarah kepemerintahan Islam. Bukti-bukti tentang tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat di bawah naungan kepemerintahan Islampun telah banyak dituliskan. Salah satunya bukti sejarah yang paling banyak diketahui umat yaitu, tindakan Khalifah Umar bin Khaththab ra yang menunjukkan bagaimana Islam melindungi dan menjamin kesejahteraan perempuan, bahkan rakyat secara keseluruhan. Beliau yang kekuasaannya sudah melewati batas-batas semenanjung Arabia telah terbiasa melakukan patroli untuk memastikan semua penduduk terpenuhi kebutuhannya.
Beliau bahkan tak ragu memanggul karung berisi gandum & daging demi memenuhi kebutuhan seorang ibu dan anaknya atas kesadaran penuh akan tanggungjawab sebagai kepala negara di sisi Allah SWT. Beliaupun pernah menetapkan kebijakan menggilir pasukan jihad per-empat bulan tersebab mendengar keluhan seorang isteri tentara yang merindukan suaminya.
Sungguh betapa Allah ciptakan islam sebagai ideologi yang mampu memberikan kemajuan peradaban bagi negara yang mengembannya. Ketika ideologi islam memimpin, dipastikan hegemoni kapitalisme yang memiskinkan dan menghinakan kaum wanita akan mudah ditumbangkan. Kesejahteraan seluruh umat tanpa terkecuali non muslim akan merata, kemuliaan bagi kaum wanitapun terwujud. Insya Allah.
Berikan Komentar