Diskusi Publik RECOFTC dan PPATK Soroti Pentingnya Akurasi Peta dalam Tata Kelola Hutan Indonesia

Mediabogor.co, BOGOR — RECOFTC Indonesia bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar diskusi publik bertema akurasi peta pengelolaan lahan dan hutan di Indonesia di Hotel Ibis Style, Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Rabu 30 Juli 2025.

Acara tersebut turut dihadiri secara daring oleh sejumlah pejabat negara yang berkepentingan dalam isu tata kelola hutan dan lingkungan, serta diikuti pula oleh mahasiswa dan masyarakat umum.

Direktur RECOFTC Indonesia, Gama Galudra, dalam paparannya menyampaikan bahwa diskusi ini bertujuan memperkuat komitmen multipihak dalam menciptakan tata kelola hutan yang adil, transparan, dan inklusif. Hal itu dilakukan melalui pemanfaatan data dan peta yang akurat serta terbuka untuk publik.

“RECOFTC, sebagai organisasi nirlaba yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan solusi perubahan iklim di Asia-Pasifik, tengah mengembangkan data visual terbuka terkait perubahan tutupan lahan di wilayah Sumatera dan Sulawesi bersama Universitas Hasanuddin dan Universitas Riau,” ujar Gama.

Ia menambahkan, RECOFTC saat ini tengah mendorong model pelatihan pemetaan hutan berbasis teknologi artificial intelligence (AI) yang diyakini dapat mempercepat implementasi kebijakan satu peta di Indonesia.

Menurut Gama, salah satu tantangan terbesar dalam tata kelola hutan Indonesia adalah ketidakpastian batas kawasan hutan. Mengutip data Forest Watch Indonesia (FWI), Gama menyebut baru 12 persen atau sekitar 14,2 juta hektare kawasan hutan yang telah memiliki kejelasan batas wilayah.

“Kondisi ini memicu tumpang tindih perizinan hingga mencapai 8,9 juta hektare dan menimbulkan konflik tenurial antara masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah,” jelasnya.

Gama juga menekankan pentingnya percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2021, yang merupakan revisi dari Perpres Nomor 9 Tahun 2016.

“Kebijakan ini menjadi landasan krusial dalam penyelesaian berbagai persoalan tata ruang, status kawasan hutan, hingga hak atas tanah,” imbuhnya.

Sementara itu, Analis Transaksi Keuangan Bidang Hukum Ahli Muda PPATK, Fuad Hasan, menggarisbawahi pentingnya data perizinan kehutanan yang akurat dalam konteks pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terutama yang berkaitan dengan penguasaan dan eksploitasi sumber daya alam.

“Sebagai Financial Intelligence Unit (FIU), PPATK memiliki peran untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mendiseminasikan data transaksi keuangan. Dalam konteks kebijakan satu peta, kami memastikan kesesuaian antara data kepemilikan izin usaha kehutanan dan pemanfaatan ruang dengan hasil analisis PPATK,” jelas Fuad.

Ia menambahkan bahwa transparansi dalam penggunaan ruang berbasis geospasial merupakan fondasi penting pembangunan yang bersih dan akuntabel.

Forum ini diharapkan dapat menjadi ruang kolaboratif antara masyarakat sipil, akademisi, pemerintah, dan sektor swasta untuk terus mendorong tata kelola hutan yang partisipatif, berkeadilan, dan berkelanjutan. RECOFTC Indonesia pun menegaskan komitmennya untuk terus mendorong keterbukaan data dan peningkatan kapasitas multipihak dalam pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab.

Berita Terkait

Berikan Komentar