
Dinar Dirham dianggap ancaman bagi negara: Renminbi di Bali apa kabar? Betulkah Indonesia mengalami Islamophobia?
Mediabogor.co, BOGOR – Saat bicara dinar dirham, maka banyak pengusaha muslim yang spontan teringat akan sosok Zaim Saidi. Pendiri pasar muamalah yang giat mengedukasi perihal ekonomi syariah. Sering kali beliau mengulas sejarah Islam, dimana keadaan ekonomi dalam naungan khilafah islamiyah dulu tidak pernah terjadi krisis seperti sekarang. Sebab, pemberlakuan dinar dirham sebagai mata uang kekhilafahan memang relatif stabil tatkala nilainya disandarkan pada nilai emas.
Banyak pengusaha muslim tercerahkan oleh edukasi yang dilakukan Zaim Saidi. Semakin melemahnya nilai Rupiah dalam ekonomi global, menjadi alasan kuat bagi para pengusaha muslim Indonesia menggunakan dinar dirham dalam transaksi jual beli di pasar muamalah.
Ekonomi dunia semakin mengalami guncangan. Seluruh negara di dunia sedang disibukkan mencari jalan keluar yang bisa menyelamatkan ekonomi negara masing-masing dari dampak krisis finansial global yang berawal dari Amerika Serikat (AS). Banyak negara di eropa dan negara-negara dari belahan bumi yang lain cenderung menyalahkan AS sebagai biang keladi krisis finansial global saat ini.
Substansial masalah ekonomi sekarang yang menjadi pemicu krisis finansial global adalah sistem ekonomi Kapitalis yang sudah mencapai puncak permasalahan. Adanya pemberlakuan uang kertas, lembaga perbankan, dan ekonomi spekulatif yang kian marak, menjadi point-point penyebab gagalnya kapitalis mengatur ekonomi dunia. Sebab ketiga point inilah yang menjadi fokus utama kapitalis berkuasa demi kepentingan pemilik modal.
Imam Besar Madinah, yakni Imam Malik pada zaman awal peradaban Islam pernah mengatakan bahwa, “uang adalah sembarang komoditi yang biasa diterima sebagai medium pertukaran”. Pernyataan ini mengisyaratkan adanya kebebasan dalam menggunakan komoditi sebagai alat pertukaran barang dan jasa.
Tapi, yang terjadi sekarang adalah pemaksaan menggunakan uang kertas (dolar AS) dalam transaksi internasional. Walau memang, di masing-masing negara menggunakan mata uang kertas yang berbeda sesuai kebijakan negara masing-masing. Tapi faktanya, uang kertas yang dimiliki masing-masing negara itu tetap merupakan turunan dari dolar AS. Karena, era perdagangan bebas versi ekonomi kapitalis, nilai atau harga semua barang dan jasa di dunia harus berlandaskan pada kurs mata uang negara yang bersangkutan terhadap dolar AS.
Penggunaan dan pemaksaan uang kertas adalah bagian dari sistem kapitalisme yang sebenarnya merugikan masyarakat dunia. Satu di antara masalah yang melibatkan uang kertas di dunia adalah membengkaknya volume sirkulasi uang kertas di dunia yang tidak seimbang dengan jumlah komiditi di seluruh dunia sekalipun. Ketika mata uang dunia berkiblat pada kurs dollar AS yang nilainya tak pernah stabil, maka masalah inflasi tak pernah bisa terelakkan. Terjadinya inflasi menyebabkan banyak pengangguran dan berujung pada kriminalitas. Karena itu, sistem uang kertas (dolar AS) saat ini telah terbukti melahirkan krisis yang tak berkesudahan ke seantero bumi.
Jadi, hal wajar ketika anak negeri yang peduli atas nasib bangsa & negaranya, berupaya sedemikian rupa demi menyelamatkan ekonomi Indonesia. Zaim Saidi secara militan telah mengingatkan kembali akan solusi islam yang bisa menyelamatkan ekonomi Indonesia. Tapi yang terjadi, justru pemerintah Indonesia menganggap maraknya dinar dirham ditengah-tengah masyarakat sebagai ancaman bagi keutuhan negara. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di Bali, dimana transaksi pembayaran ilegal menggunakan mata uang China renminbi masih kerap terjadi dengan leluasanya.
Rudy Ramli, Presiden Direktur PT Alto Halodigital International (AHDI) mengatakan, sejatinya selain transaksi ilegal menggunakan WeChat pay di Bali, masih ada dua platform yang banyak digunakan turis China dengan mata uang renminbi. AHDI mencatat pada Desember 2018 lalu jumlah transaksi Alipay dan WeChat Pay melalui merchant hinga mencapai Rp 12 miliar. Dengan kata lain, 80% transaksi jual beli antar turis China di di Bali telah menggunakan mata uang renminbi secara bebas. Dan pemerintah seolah tak mempermasalahkan hal ini.
Betapa tindakan pemerintah mengkriminalisasi transaksi dinar dirham semakin memperjelas aroma phobia terhadap Islam. Sebab, faktanya pemerintah tidak dirugikan sedikit pun dari aktifitas pelaksanaan ajaran islam oleh individu masyarakat yang menggunakan dinar dirham dalam bermuamalah.
Semakin banyak masyarakat yang berinvestasi lewat dinar dirham bukti masyarakat mulai mengantisipasi nilai rupiah yang kian memburuk, tak ternilai dimata Internasional.
Alih-alih bukan menertibkan pelanggaran administrasi terkait alat transaksi, diberlakukannya denda dan sanksi penjara 1tahun bila melakukan transaksi dengan dinar dirham; telah menegaskan bahwa pemerintah tengah mendiskreditkan ajaran islam dari umat muslim yang peduli akan masa depan Indonesia.
Konsultan Gold Dinar asal Spanyol; Syekh Umar Ibrahim Vadillo mengatakan, penerapan alat tukar atau mata uang yang lebih stabil menjadi solusi paling jitu bagi internasional untuk mencegah adanya krisis ekonomi secara global. Emas dan perak (dinar dan dirham) merupakan mata uang yang memiliki kestabilan tinggi secara internasional. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa mata uang emas dan perak dapat menghindarkan masyarakat dari bencana ekonomi, seperti inflasi dan deflasi. Imam Al Ghazali pernah berkata, “Di antara nikmat Allah SWT adalah penciptaan dinar dan dirham dan dengan keduanya tegaklah dunia. Keduanya adalah batu yang tiada manfaat dalam jenisnya, tapi manusia sangat membutuhkan kepada keduanya.”
Lagi-lagi segala problematika yang terjadi didunia ini khususnya Indonesia, bermuara akibat tidak diterapkannya hukum islam secara utuh oleh institusi negara. Ketika Indonesia berkiblat pada perjuangan Rasulullah dalam membangun sebuah negara yang berlandaskan pada hukum-hukum Islam, tentu bukan mustahil Indonesia bermetamorfosa menjadi negara yang menguasai dunia meliputi kesejahteraan seluruh alam. InsyaAllah…
Oleh. Pietra Kharisma
Berikan Komentar