Delapan Bulan Terputus, Warga Bogor Selatan Desak Pemkot Percepat Pembangunan Jalan Baru Batutulis

‎Mediabogor.co, BOGOR – Delapan bulan pasca amblasnya Jalan Saleh Danasasmita, suara desakan percepatan pembangunan jalan pengganti semakin menguat dari warga Bogor Selatan. Tokoh masyarakat Bogor Selatan, Jajang Suherman, menyampaikan bahwa dampak sosial dan ekonomi sangat dirasakan warga akibat belum pulihnya akses utama tersebut.

‎Menurut Jajang, kerugian yang dialami warga sudah berlangsung terlalu lama. Akses transportasi pelajar, pekerja, serta pelaku usaha menjadi terganggu karena jarak tempuh semakin jauh dan waktu perjalanan lebih lama akibat harus memutar ke jalan alternatif. Kondisi itu juga memicu kemacetan di sejumlah titik wilayah Bogor Selatan.

‎”Sudah 8 bulan masyarakat Bogor Selatan ini sangat merasakan kerugian yang cukup besar. Biaya transportasi bertambah, waktu tempuh makin lama, dan aktivitas masyarakat menjadi tidak efektif,” ujar Jajang kepada wartawan, Rabu 19 November 2025.

‎Besarnya keluhan dan harapan warga Bogor Selatan mendorong Jajang membentuk Paguyuban Bogor Selatan, sebuah wadah untuk menghimpun aspirasi dan mendesakkan percepatan pembangunan jalan kepada Wali Kota dan DPRD Kota Bogor.

‎”Desakan masyarakat ini kami himpun dalam Paguyuban Bogor Selatan agar aspirasi bisa tersampaikan dengan baik kepada Pemerintah Kota Bogor,” jelasnya.

‎Jajang berharap pemerintah dapat mengambil langkah strategis dan bijaksana untuk mempercepat pembangunan jalan yang baru, mengingat dampak kerugian sosial ekonomi yang ditanggung masyarakat semakin berat.

‎Terkait kontroversi keberadaan sumur tujuh dan jumlah bungker di area yang akan dibangun jalan, Jajang memberikan penjelasan berdasarkan kesaksian warga setempat yang pernah tinggal dan bekerja di lokasi tersebut.

‎Ia menyampaikan beberapa informasi yang diperoleh dari keluarga almarhum H. Siroj dan warga senior seperti Ahmad Sanusi. Berdasarkan kesaksian tersebut, di area itu hanya terdapat sumber mata air, kobakan untuk mandi dan wudhu, serta dua bungker, bukan tiga sebagaimana diklaim sebagian pihak.

‎”Saya lahir, besar, dan pernah menjadi ketua RT, RW, serta LPM di sini. Tidak pernah ada tiga bungker, dan tidak pernah ada sumur tujuh,” tegasnya.

‎Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2008, laporan yang disampaikannya pun hanya mencatat dua bungker di area tersebut, sementara satu bungker lainnya berada di kawasan Gumati dan tidak terdampak rencana pembangunan jalan baru.

‎Jajang menambahkan, tidak ada literatur sejarah yang menguatkan keberadaan sumur tujuh, baik dalam buku sejarah Bogor, Carita Parahiyangan, maupun sumber historis lainnya. Tim Ahli Cagar Budaya pun tidak menemukan rujukan pendukung.

‎Meski mendesak percepatan pembangunan jalan, Jajang menegaskan bahwa aspirasi budayawan tetap harus dihormati. Ia sepakat bahwa pembangunan tidak boleh merusak bungker ataupun menutup sumber mata air yang ada.

‎”Aspirasi masyarakat untuk kepentingan umum harus diakomodir, tetapi pembangunan harus tetap menjaga bungker dan sumber air. Justru jalan baru bisa menjadi pemandangan indah dan destinasi wisata alam, sejarah, dan religi,” katanya.

‎Ia berharap proyek ini tidak hanya memulihkan mobilitas warga, tetapi juga mampu memberi nilai tambah bagi ekonomi kerakyatan melalui potensi wisata sejarah.

‎Lenih lanjut kata Jajang, DPRD Kota Bogor harus mengawal secara serius percepatan pembangunan jalan ini. Ia juga berharap Pemkot Bogor segera mengambil kebijakan yang bijak dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

‎”Intinya masyarakat ingin cepat kembali normal. Waktu kerja normal kembali, biaya transportasi kembali efisien, dan masyarakat tidak lagi menanggung kerugian sosial maupun ekonomi,” terangnya.

‎”Warga Bogor Selatan kini menunggu langkah konkret Pemkot Bogor untuk menuntaskan permasalahan yang telah berlangsung berbulan-bulan tersebut,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berikan Komentar