BLT berBPJS: ketidakadilan ekonomi dalam demokrasi

BLT berBPJS: ketidakadilan ekonomi dalam demokrasi

Mediabogor.id, BOGOR – “Heran saya, kalau mau angkat PPPK bilang enggak ada duit. Kenapa sekarang malah mau gelontorkan Rp 31 triliun untuk bansos bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta. Lah terus kami ini dianggap apa sih?” ketus ketum PHK2I Titi Purwaningsih (mjpnndotcom)

Alih-alih membuat kebijakan untuk menyenangkan rakyat, alhasil justru bobroknya sistem kepemerintahan saat ini semakin terekspos jelas menganga dimata sebagian besar rakyat. Tidak hanya karena alasan kasus K2 yang tak kunjung terselesaikan, rencana BLT kali inipun dianggap mengada-ngada karena salah sasaran.

Sejatinya para pelaku pendidik yang berperan penting memegang kendali kualitas generasi muda demi kemajuan bangsa, justru tak dipedulikan lantaran bergaji dibawah UMR bahkan disebagian wilayah para guru mengaku hanya bergaji 150.000-200.000/bulan (poskomalutdotcom).
Betapa ironis, ketika para pendidik masih menerima gaji jauh dari penilaian layak, pemerintah justru merencanakan BLT sebagai apresiasi bersyarat pada peserta BPJS yang bergaji dibawah 5 juta/bulan dengan tujuan mendongkrak daya beli masyarakat dan menggerakkan ekonomi riil.

Target pemerintah dalam menaikkan konsumsi agar mendongkrak pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai karena sudah pasti, terlebih dalam masa pandemi seperti sekarang ini para pekerja akan menggunakan BLT sebagai simpanan untuk menghadapi resesi yang selalu dipungkiri pemerintah dengan beribu pencitraan.

Keluarnya kebijakan BLT kepada pekerja bersyarat, menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah dalam menanggapi persoalan hidup rakyatnya. Sebelum mengeluarkan kebijakan ini, seharusnya pemerintah menyelesaikan lebih dulu polemik pekerja honorer k2 yang setia mengabdi kepada rakyat sepanjang 16 tahun lebih lamanya.

Jika pemilihan data BPJS Ketenagakerjaan dijadikan basis BLT, hal ini tidak lain adalah kebijakan yang diskriminatif. Bagaimana nasib rakyat yang ekonominya kesulitan tapi tak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan akibat terkena PHK, dirumahkan, habis kontrak, pekerja harian dan tak terdata oleh Kementerian Ketenagakerjaan?

Wajah ketidakadilan ekonomi dalam sistem kapitalis semakin mengguratkan arah kehancuran. Keadilan merupakan pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakan
keadilan telah ditekankan oleh al-Qur’an sebagai misi utama lahirnya hukum islam dalam Q.S An-Nisa: 58; “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu jika menetapkan hukum
di antara manusia, hendaknya kamu menerapkannya secara adil”.

Dengan demikian, keadilan hukum tidak akan membedakan orang berdasarkan status sosial yang dimilikinya, baik ia kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, terpelajar atau orang awam, dan tidak pula perbedaan warna kulit atau perbedaan bangsa dan agama, karena dihadapan hukum semuanya adalah sama. Konsep persamaan ini tidaklah menyingkirkan adanya pengakuan tentang
kelebihan, yang dapat melebihkan seseorang karena prestasi yang dimilikinya,
akan tetapi kelebihan itu tidak boleh membawa pada perbedaan perlakuan atau
penerapan hukum pada dirinya, termasuk didalamnya penegakan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan.

Allah menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat
manusia, menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik
ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen al-Qur’an tentang penegakan keadilan
sangat jelas. Hal itu terlihat dari penyebutan kata keadilan didalam al-Qur’an
mencapai lebih dari seribu kali, dua pertiga ayat-ayat al-Qur’an berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kedzhaliman. Karena itu, tujuan keadilan ekonomi dan pemerataan pendapatan/kesejahteraan, dianggap sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari moral Islam.

Prinsip keadilan ekonomi dalam Islam dimulai dengan pemahaman bahwa seluruh harta kekayaan adalah milik Allah. Allah-lah yang memberikan hak kekuasaan kepada manusia untuk memiliki kekayaan tersebut. Sehingga, setiap kepemilikan harta harus mendapat izin dari Allah SWT. Pada point inilah, izin dari Allah menetapkan kepemilikan (al-milkiyah) dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Dalam sistem kepemerintahan islam indikator kepemilikan atau hak setiap umat diatur begitu rinci, jelas dn adil. Sebab, dari Al Quran dan hadistlah rujukan utama dalam membuat segala kebijakan dirancang seadil mungkin untuk mengatur kebutuhan umat. Maka dari itulah, hanya lewat penerapan hukum Allah segala keadilan untuk segenap umat pasti terwujud.

Oleh Pietra Kharisma

Berita Terkait

Berikan Komentar