
ASN Poliandri: Bukti Feminisme Menghancurkan Fitrah Perempuan
ASN Poliandri: Bukti Feminisme Menghancurkan Fitrah Perempuan
Mediabogor id, BOGOR – Fenomena baru, praktek poliandri dikalangan ASN tengah menjadi pembicaraan hangat. Dalam satu tahun ini, Tjahjo Kumolo selaku Menteri PAN-RB mengungkapkan sudah ada lima kasus terlaporkan.
Tjahjo membeberkan mengenai pelanggaran ASN yang memiliki istri lebih dari satu. Sejak zaman pemerintahan Presiden Soeharto tidak menjadikan pelarangan tersebut ditaati betul-betul oleh para aparatur negara. Sebab, justru fakta di lapangan semakin menggelitik. Tidak hanya soal poligami, kini kasus poliandri menjadi trend baru di kalangan ASN. Betapa kasus semacam ini menjadi bukti bahwa ketidakmampuan pemerintah membantu rakyat dalam menyelesaikan permasalahan keluarga tak kunjung terselesaikan, karena manusia mustahil adil membuat peraturan yang menyangkut hajat hidup orang banyak jika hanya mengandalkan hati dan logika semata. Karena Allah memang menciptakan manusia dengan kemampuan yang serba terbatas. Artinya manusia butuh rujukan shahih yang terbukti menciptakan keadilan.
Belum genap satu abad pemerintahan Indonesia menjalankan demokrasi sebagai alat praktek sistem kapitalis mengatur kehidupan rakyat Indonesia, semakin banyak pula dan beragam permasalah-permasalahan timbul dengan tingkat kompleksitas penyelesaian yang semakin berat.
Kasus poliandri di kalangan ASN sebetulnya buah kesalahan pemerintah dalam mendukung gerakan feminisme. Para feminis menutut kesetaraan gender, inilah titik awal pemicu keretakan rumah tangga. Ketika Islam menolak gerakan feminisme karena hanya akan menambah persoalan kaum perempuan semakin buruk sehingga tercabut fitrah sejatinya, pemerintah justru mendukung penuh gerakan ini. Terbukti Ide ini tidak mengangkat perempuan, karena kenyataannya justru perempuan terekspos sebagai budak dunia.
Menafkahi keluarga yang menjadi kewajiban suami kini diambil alih oleh para ibu yang sesungguhnya berkewajiban mendidik dan merawat anak-anaknya. Melayani suami, mencari nafkah, sekaligus mengurus dan mendidik anak-anak tidak mungkin dilakukan seorang ibu dalam satu masa, akan ada yang dikorbankan. Dan kebanyakan para ibu lebih memilih bekerja di luar ketibang menjalankan fitrahnya sesuai yang Allah perintahkan. Alhasil, penganiayaan, pencabulan, dan penyimpangan-penyimpangan terus dialami oleh para perempuan hingga anak-anak.
Kasus poliandri dan keretakan rumah tangga yang marak saat ini seharusnya tidak terjadi jika masyarakat memahami hukum islam. Minimnya masyarakat akan pemahaman syariah merupakan pemicu utama masalah ini tak tuntas terselesaikan. Pemerintah yang amanah, harusnya menyadari betul bahwa pentingnya memahamkan masyarakat tentang hukum islam demi mewujudkan keluarga yang harmonis. Inilah kewajiban pemerintah yang tak ditunaikan.
Tidak hanya memahamkan masyarakat perihal syariah, pemerintah juga seharusnya menerapkan syariah secara kaaffah. Menjadikan Alquran sebagai rujukan membuat kebijakan dan segala aturan, agar segala permasalahan menemukan solusi tuntas. Tak perlu mengkhawatirkan keberadaan non islam, “karena islam berasal dari Maha Pencipta yang menjamin hidup seluruh makhluk di bumi”. Jadi bagaimana mungkin kita meragukan hukum yang berasal dari Yang Maha Menciptakan? Dan keadilan, kesejahteraan, keamanan yang tercipta dari penerapan hukum-Nya hanya akan terwujud jika pemerintah mau menjalankan sistem islam yakni khilafah ‘ala minhajin nubuwah.
Oleh:
Pietra Kharisma
Berikan Komentar