BAITUROKHIM, Psikolog

Arus Legalisasi LGBT Dunia dan Indonesia

mediabogor.com, Bogor – Dalam perjalanannya, komunitas LGBT baik secara nasional ataupun internasional senantiasa berusaha mendapatkan pengakuan legal dari negara. Mereka menuntut pengakuan dan hak yang sama dengan sesama warga negara. No discrimination. Dengan alasan HAM mereka menuntut persamaan sebagaimana manusia normal non-LGBT. Di kancah internasional setidaknya ada 22 negara telah melegalkan LGBT dan melindunginya. Karena telah legal maka mereka juga melakukan akad perkawinan, pesta perkawinan, hidup satu rumah, dst. Bahkan dengan bebasnya mereka menyerukan, membina, dan mengembangkan LGBT.

Negara negara internasional yang telah melegalkan LBGBT terus bertambah. Hingga tahun 2015 ini sudah ada 22 negara. Negara negara tersebut adalah : Norwegia (1993); Belanda (1996); Belgia (2003); Spanyol (2006); Kanada (2005); Afrika Selatan (2006); Swedia (2008); Portugal (2009); Meksiko (2009); Islandia (2010); Argentina (2010); Uruguay (2010); Denmark (2013); Inggeris dan Wales (2013); Brazil (2013); Selandia baru (2013); Perancis (2013); Luksemburg (2014); Finlandia (20140; Skotlandia (2014); Irlandia (2015); Amerika Serikat (2015). Sumber: Forbes/Umdah.co/ Swadeka.com/NewIndianExpress.com/Telegraph.co.uk

Di Indonesia walaupun hingga hari ini (tahun 2018) DPR belum mengetuk palu pengesahan undang undang LGBT namun gelombang tuntutan itu semakin membesar. Perlu diketahui bahwa di Indonesia draft undang undang LGBT telah dimasukan ke lembaga legeslatif sejak tahun 1995. Namun saat itu ditolak untuk dibahas karena dirasa sangat tabu. Demikian kata Nyonya Irjen Wiek Djatmiko–mantan anggota DPR-RI era tahun 1995. Namun demikian, perjuangan untuk legalisasi LGBT hingga kini terus berlanjut. Kini, tuntutan untuk melagalisasi LGBT semakin menjadi arus kuat di kalangan parlemen Indonesia. Beberapa waktu lalu Ketua MPR, Zulkifli Hasan telah menyatakan bahwa ada lima fraksi di DPR yang mendukung LGBT. Demikian juga ungkapan Mahfudz MD bahwa banyak anggota DPR yang mendukung legalisasi LGBT. Walaupun pernyataan anggota DPR dari Komisi VIII Sodik Mujdjahid bahwa masih belum pasti apakah pendapat anggota DPR itu pribadi atau mewakili partai. Sementara itu Arsul Sani dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan bahwa LGBT akan dimasukkan dalam ranah pidana.

Perlu diketahui juga bahwa upaya legalisasi LGBT sangat terasa adanya sebuah penggiringan sistematis. Dimana pertama kali Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak untuk memasukkan LGBT dan perzinaan sebagai tindak pidana KUHP. Penolakan MK tentang LGBT ini bermula dari keresahan masyarakat tentang banyaknya kasus LGBT dengan korban yang terus bertambah. Adalah sejumlah tokoh termasuk guru besar IPB, Euis Sunarti mengajukan Judicial Review atau uji materiil terhadap sejumlah pasal dalam KUHP tentang perzinahan (pasal 284), pemerkosaan (pasal 285), pencabulan (pasal 292). Dalam Judicial Review tersebut pemohon meminta agar LGBT dimasukkan dalam delik pidana dan merupakan bagian dari kejahatan. Namun MK menolaknya (Republika.co.id, 24 Agustus 2017; TEMPO.co.id,15 Desember 2017).

MK berpandangan bahwa hal ini ranahnya di DPR. Artinya adalah saat ini LGBT masih eksis terbolehkan dengan tidak adanya sanksi hukum pidana. Karena memang belum ada aturan hukum di Republik ini terhadap perilaku LGBT. Kini persoalan LGBT ada di tangan DPR. Dukungan terhadap perlunya perlindungan LGBT setidaknya dari Eva Sundari, politisi PDIP yang juga anggota kaukus Pancasila dan juga Rahayu Saraswati anggota DPR dari Komisi VIII Fraksi Gerindra, sama-sama meminta agar pemerintah memberikan perlindungan. Demikian pula Jokowi juga menegaskan bahwa aparat kepolisian harus melindungi kaum LGBT (dalam Buletin kaffah No. 25, 9 Jumada al-ula 1439 H – 26 Januari 2018 M).

Dari kekosongan hukum tersebut dan fatwa MK, publik lebih dihebohkan lagi ketika sebuah publikasi hasil Survey tentang LGBT sebagaimana yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC). Dalam survey yang dilansir oleh Kompas.com bahwa dari 1.220 responden, terdapat 58,3 persen menyatakan tahu atau pernah mendengar LGBT. Sementara 41,7 persennya mengaku tidak tahu. Dari responden yang tahu, 81,5 persennya setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa perilaku gay dan lesbi dilarang oleh agama. Sementara 8,6 persen responden tidak setuju dan 9,9 persennya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Saat ditanya lagi apakah LGBT punya hak hidup di Indonesia, 57,7 persen responden menjawab iya. Sisanya yakni 41,1 persen menjawab tidak dan 1,2 persen tidak tahu atau tidak menjawab. Mayoritas responden yang tahu LGBT juga menilai pemerintah wajib melindungi LBGT dengan persentase 50 persen. Sisanya 48,8 persen menjawab tidak dan 1,2 persen tidak tahu atau tidak menjawab. Apalagi, Ade Armando sebagai Direktur Komunikasi Strategis SMRC mengatakan “Pada saat yang sama mayoritas menyatakan bahwa kaum LGBT itu berhak hidup di Indonesia dan bahkan menganggap pemerintah perlu melindungi hak-hak mereka,” Jakarta, Kamis (24/1/2018). Atas dasar survey tersebut menjadikan data semakin memperkuat pentingnya legalisasi dan legeslasi LGBT.

Perlu diketahui bahwa LGBT di Indonesia semakin mendapatkan angin segar ketika mendapatkan dukungan penuh dari Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia. Beberapa tahun lalu, sekira tahun 2010 guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Musdah Mulia telah mengeluarkan fatwa gila yakni bolehnya menikah sesama Gay. Demikian pula buku yang terbit dari JIL UIN Yogjakarta dengan judul Indahnya Menikah Sejenis. Juga pembelaan mati matian kaum Islam Liberal Wahid Institue terhadap pengakuan LGBT dalam acara ILC di TV One. (Besambung)

 

Oleh : BAITUROKHIM, Psikolog*)

Berita Terkait

Berikan Komentar