
Aliansi Santri Salafi Bogor Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai Cemarkan Nama Pesantren
Mediabogor.co, BOGOR – Menjelang peringatan Hari Santri Nasional 2025, gelombang kritik muncul terhadap tayangan “Xpose Uncensored” di Trans7 yang menampilkan Pondok Pesantren Lirboyo. Tayangan tersebut dinilai melanggar etika penyiaran dan melecehkan kehormatan pesantren serta para santri.
Koordinator Aliansi Santri Salafy Bogor (Al-Sasab), Ahmad Royani, menilai tayangan itu tidak hanya mencederai etika jurnalistik, tetapi juga merusak citra lembaga pendidikan Islam yang selama ini menjadi benteng moral bangsa.
“Yang dibuka bukan fakta, tapi justru tabir etika media yang semakin robek,” ujar Royani dalam keterangannya di Bogor, Selasa (15/10/2025).
Menurutnya, permohonan maaf dari pihak televisi tidak cukup. Royani menilai, permintaan maaf tersebut muncul karena tekanan publik, bukan atas dasar kesadaran moral.
“Kalau yang dilanggar adalah marwah pesantren, maka itu bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan pelanggaran terhadap nilai-nilai yang dijaga selama berabad-abad,” tegasnya.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 3 ayat (2), menegaskan bahwa kebebasan pers tidak bersifat absolut. Media wajib menjamin kebenaran informasi serta menghormati nilai-nilai agama dan kesusilaan masyarakat.
Royani menilai, pelanggaran terhadap prinsip tersebut menunjukkan lemahnya kesadaran media dalam menghormati pesantren sebagai lembaga keagamaan.
“Ketika pesantren dijadikan bahan eksploitasi visual tanpa empati, di situlah kebebasan kehilangan arah dan etika kehilangan pijakan,” katanya.
Kritik terhadap tayangan tersebut juga mencuat di tengah minimnya perhatian pemerintah terhadap pesantren. Royani menyebut, UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menegaskan bahwa negara wajib memberikan jaminan atas kemandirian pesantren, termasuk dalam fungsi dakwah dan pendidikan.
“Namun jaminan itu tidak bermakna apa-apa jika pesantren masih bisa dilecehkan di ruang publik tanpa tindakan tegas dari negara,” ujarnya.
Pernyataan serupa juga pernah disampaikan Rois ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar, yang menegaskan pentingnya peran negara dalam memperkuat pesantren.
“Kalau negara ingin kuat, kuatkan pesantrennya,” kata KH. Miftachul Akhyar dalam salah satu tausiyahnya.
Royani menambahkan, menjelang Hari Santri, pemerintah dan media seharusnya menunjukkan penghormatan nyata kepada pesantren, bukan sekadar simbolik.
“Penghormatan terhadap santri tidak diukur dari jumlah spanduk atau seremoni, tapi dari sejauh mana negara dan media menjaga martabat pesantren,” ujarnya.
Aliansi Santri Salafy Bogor meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menindak tegas pelanggaran etika penyiaran yang dilakukan dalam tayangan tersebut.
“Pesantren bukan bahan tontonan, tetapi sumber keteladanan. Jangan biarkan kamera lebih berkuasa dari nurani,” Tuturnya. (Agil).
Berikan Komentar