
Urgensi Fiqh Muamalah
Oleh : Devie Kristianto
Certified : Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pengasuh Rubrik Konsultasi Syariah – Media Bogor
Pengantar
Islam adalah agama yang sempurna, tidak ada satu halpun yang tidak diatur dalam Islam. Allah turunkan peraturan agar kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik, karena jika manusia hidup berdasarkan aturan sendiri pasti akan terjadi kerusakan. Allah SWT sebagai pencipta manusia, maka Allah yang paling mengerti aturan yang sesuai untuk manusia.
Kesempurnaan islam di dalam mengatur semua aspek kehidupan manusia tercakup dalam tiga dimensi. Yang pertama adalah dimensi pengaturan hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai pencipta, dalam konteks akidah dan ibadah. Dimensi yang kedua adalah pengaturan hubungan manusia dengan dirinya sendiri dalam konteks makanan, minuman, pakaian dan akhlak. Dimensi yang ketiga adalah pengaturan hubungan manusia dengan manusia lain dalam konteks muamalah dan uqubat.
Untuk dimensi yang pertama dan kedua, ada ilmu fiqh yang mengatur tata cara ibadah untuk menyembah Allah SWT, juga ada tsaqofah islam lainnya untuk memahami tentang aqidah, akhlak dan aturan-aturan islam tentang makanan, minuman, serta pakaian. Kedua dimensi ini sudah cukup banyak difahami oleh kaum muslimin, pembelajarannya juga banyak didapati dalam kajian-kajian keislaman di masjid-masjid, sekolah, pesantren, majlis ta’lim juga lembaga keislaman lainya.
Akan tetapi untuk dimensi yang ketiga yaitu dalam konteks muamalah dan uqubat, sepertinya hal ini kurang begitu familiar dalam kehidupan kaum muslimin, pembelajarannya juga jarang didapati dalam kajian-kajian keislaman di masjid-masjid, sekolah, pesantren, majlis ta’lim juga lembaga keislaman lainya kecuali lembaga khusus yang mendalami hal itu. Padahal sesungguhnya, aktivitas muamalah ini sangat mendominasi dalam kehidupan manusia, baik dia sebagai pelaku usaha/bisnis maupun bukan. Sedangkan uqubat (persangsian) adalah sangsi yang dikenakan apabila seorang melakukan pelanggaran atas aktivitas muamalah tersebut. Agar dapat difahami mengenai muamalah dan uqubat ini, akan kami uraikan secara ringkas pada bagian di bawah ini.
Muamalah dan uqubat
Muamalah secara bahasa berarti interaksi atau hubungan timbal balik. Semua bentuk interaksi dan hubungan sosial antar manusia dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan aktivitas muamalah. Dalam konteks syariat Islam, secara umum muamalah mencakup semua aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik yang bersifat materi maupun non-materi. Sedangkan secara khusus, muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia yang terkait dengan urusan harta saja (muamalah maliyah), yaitu dalam transaksi pengelolaan harta (tasaruf) seperti jual beli, barter, pinjam meminjam, gadai, syirkah dan lain-lain atau aktivitas mencari harta seperti bekerja, bertani, berjualan, menjadi makelar (broker), wakalah dan lain-lain.
Sedangkan uqubat, dalam konteks syariat Islam, “uqubat” (عقوبة) secara umum merujuk pada hukuman atau sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana (jarimah). Uqubat dapat berupa hukuman yang telah ditentukan (hudud) atau hukuman yang kebijakannya diserahkan kepada hakim (ta’zir).
Pada tulisan ini, kami akan jelaskan terlebih dahulu mengenai muamalah secara khusus (muamalah maliyah) atau lebih dikenal dengan istilah fiqh muamalah, karena pembahasan muamalah lebih mudah secara praktis dapat diterapkan dalam kehidupan kaum muslimin saat ini, sedangkan masalah uqubat pembahasannya lebih banyak bersifat teori saja, sebab penerapan uqubat itu sangat tergantung kepada pelaksana hukumnya yaitu sistem hukum/pemerintahan Islam, dimana saat ini sistem hukum kita tidak menjadikan hukum Islam sebagai dasar hukumnya.
Mengapa pembahasan fiqh muamalah ini urgen (baca-penting) difahami oleh kaum muslimin? Karena seiring berkembangnya jenis muamalah dan teknologi, banyak pula ragam muamalah yang terjadi dalam kehidupan ini. Disinilah urgensinya kaum muslimin wajib memahami hukum-hukum muamalah, karena ketika tidak memahaminya maka dikhawatirkan banyak kaum muslimin yang melakukan transaksi muamalah padahal secara syariat transaksi tersebut tidak boleh (baca-haram). Padahal, sudah ada peringatan dari Rasulullah SAW di dalam haditsnya tentang hal ini, bahwa beliau pernah bersabda :
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ, أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ ؟
Artinya : Akan datang suatu masa, orang-orang sudah sudah tidak peduli lagi bagaimana dia mendapatkan harta. Apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram? [HR. al-Bukhari]
Sungguh kondisi itu benar-benar terjadi saat ini, di mana kaum muslimin ketika mencari harta sudah tidak peduli lagi dengan cara apa/bagaimana dia mencari harta, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram. Bentuk ketidak peduliannya nampak terlihat ketika kaum muslimin sudah tidak memperhatikan tentang setiap aspek muamalah yang dia lakukan itu sesuai syariat atau tidak, dan hal itu terjadi karena adanya keengganan untuk mempelajari hukum fiqih muamalah.
Padahal sesungguhnya, saat ini banyak sekali ragam transaksi muamalah yang dilakukan oleh kaum muslimin dan ternyata transaksi tersebut diharamkan menurut pandangan syariat. Misalkan, ketika bekerja mereka tidak peduli lagi status pekerjaannya tersebut halal atau haram, tidak perduli apakah pekerjaan itu mengandung unsur dosa atau riba seperti bekerja di bank konvensional, koperasi simpan pinjam, rentenir, pinjol, atau pekerjaan yang akadnya batil seperti asuransi konvensional, multi level marketing (MLM) konvensional, bursa saham dan lain-lain.
Belum lagi transaksi yang jelas-jelas haram seperti transaksi ribawi, contoh ketika kaum muslimin ingin memiliki rumah, mobil, motor atau barang-barang lain, karena mereka tidak mampu membeli dengan cara yang cash lalu mereka membeli dengan cara kredit menggunakan lembaga konvensional yang jelas-jelas terdapat unsur riba di dalam lembaga tersebut. Banyak juga transaksi-transaksi yang saat ini jarang dibahas di majelis-majelis karena kurangnya kajian terkait tersebut sehingga membuat kaum muslimin tidak tahu bahwa hukum COD di marketplace, layanan pesan antar online menggunakan aplikasi, jual beli barang-barang ribawi seperti emas dan perak tidak secara tunai, ternyata semua itu hukumnya haram.
Uraian diatas adalah contoh-contoh aktivitas muamalah yang di haramkan. Sedangkan secara umum, berikut adalah jenis-jenis transaksi yang diharamkan dalam Islam:
• Riba: Transaksi yang melibatkan bunga atau penambahan nilai tertentu pada pinjaman atau jual beli.
• Gharar: Transaksi yang mengandung ketidakjelasan atau ketidakpastian mengenai objek transaksi, seperti kualitas, kuantitas, atau penyerahan barang.
• Maysir: Transaksi yang mengandung unsur perjudian atau spekulasi, di mana keuntungan diperoleh dengan cara yang tidak pasti atau tidak produktif.
• Transaksi yang objeknya haram: Jual beli barang-barang yang diharamkan dalam Islam, seperti minuman keras, daging babi, narkoba, dan lain-lain.
• Tadlis: Penipuan dalam transaksi, seperti menyembunyikan cacat pada barang atau memanipulasi harga.
• Risywah: Suap atau pemberian sesuatu yang tidak halal untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
• Dharar: Transaksi yang menimbulkan kerugian atau penganiayaan pada salah satu pihak.
• Ikhtikar: Penimbunan barang untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga.
• Bai’ alma’dum: Transaksi penjualan barang yang belum dimiliki oleh penjual.
• Tahdeed: Transaksi yang melibatkan ancaman atau paksaan.
• Dan lain-lain
Khatimah
Oleh karena itu, penting untuk memahami dan menghindari transaksi-transaksi yang diharamkan ini agar terhindar dari dosa dan kerugian, serta menjaga keadilan dan keberkahan dalam setiap transaksi. Rezeki yang diperoleh dengan cara yang haram tidak akan memberikan keberkahan, justru sebaliknya akan mendatangkan kerusakan baik kepada individu, masyarakat maupun Negara. Sudah seharusnya kita menjadikan hal ini sebagai bahan muhasabah untuk kita semua. Ketika kita, keluarga kita, istri, anak-anak kita terasa berat untuk taat kepada Allah, bisa jadi semua itu disebabkan karena rezeki kita yang tidak halal, yang menjadikan masuknya makanan haram ke dalam tubuh kita.
Maka satu-satunya cara untuk memahami dan menghindari transaksi yang diharapkan tersebut adalah dengan mempelajari dan memahami fiqh muamalah, lalu menerapkannya dalam kehidupan kita.
Wallahua’lam
Jika anda yang ingin bertanya/konsultasi seputar fiqh muamalah, silahkan kirim pertanyaan melalui email : deviekristianto1@gmail.com dan nantikan balasan ulasannya di mediabogor.co
Berikan Komentar