
Tawuran Antar Pelajar di Kota Bogor Rentan Terulang
Mediabogor.co, BOGOR – Tawuran antar pelajar terjadi lagi di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/10/2021) malam. Tawuran terjadi di Jalan Palupuh Raya, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor ( Tribunews, 8/10/21).
Dari kejadian tersebut satu pelajar dikabarkan meninggal dunia akibat tebasan senjata tajam. Sungguh miris tidak adakah rasa belas kasihan dari pelaku?, kejadian ini membuat pilu siapapun yang melihatnya. Betapa tak berharganya nilai nyawa manusia. Begitu gampang remaja saat ini menghabisi nyawa seseorang hanya lantaran hal sepele.
Setelah dibuka kembali pembelajaran tatap muka, tawuran antar pelajar pun kembali terjadi padahal masih dalam kondisi pandemi.
Sudah sekian kali tawuran di kota bogor terjadi, tapi tidak pernah diberikan sanksi yang tegas dan berefek jera pada pelaku tawarun, hingga tawuran antar pelajar terulang kembali.
Hukum di Indonesia yang masih memasukan usia 18 tahun sebagai usia anak-anak sehingga hukumannya pun masuk kategori anak-anak padahal usia 18 itu ada miniatur manusia dewasa yang sudah ajeg akalnya sehingga sudah bisa memilih benar dan salah.
Lebih mengherankan lagi, tawuran ini lebih dominan dilakukan oleh seorang pelajar dan berpendidikan tapi akhlaqnya seperti orang yang tak berpendidikan. Semua permasalahan diselesaikan dengan emosi, padahal semua bisa dilakukan dengan dialog.
Sudah begitu parahkah akhlaq pelajar saat ini? Inilah potret buram pendidikan di Indonesia, mengharapkan perbaikan akhlaq tapi akan ada wacana menghapuskan pelajaran agama dari sekolah umum. Belum dihilangkan saja sudah seperti ini gambaran pelajar yang dihasilkan apalagi jika wacana itu benar-benar diberlakukan.
Sebenarnya ada tiga pihak yang berperan untuk mengatasi tawuran ini ;
Pertama, keluarga, terutama orangtua harus memiliki kedekatan pada anak karena masa remaja adalah masa mencari jadi diri, maka jadilah sahabat bagi mereka sehingga mereka tidak mencari ketenangan diluar rumah.
Kedua, masyarakat juga harus bersama-sama mengontrol agar sigap mencegah terjadinya tawuran dengan membubarkan para remaja yang sering nongkrong selepas pulang sekolah.
Ketiga, pemerintah khususnya pemerintah daerah bogor untuk memberlakukan tindakan tegas kepada pelajar yang melakukan tawuran dengan cara memberikan hukuman yang berefek jera dan memastikan tawuran ini tidak terulang kembali.
Untuk menjadikan ketiga pihak itu berperan sinergis maka harus ada cara pandang yang sama dalam melakukan perubahan, tentu saja harus punya landasan berpikir yang sama diatas pijakkan sistem yang benar, bukan sistem kapitalis saat ini yang segala sesuatu dipandang dari materi dan manfaat.
Sistem satu-satunya yang shohih dan memberikan solusi tuntas hanyalah Islam, karena Islam memiliki mekanisme yang tepat ketika terjadi permasalahan pada kehidupan manusia. Maka ketika Islam mengurai tawuran remaja, Islam tidak hanya menyelesaikan hasil dari sebuah permasalahan setelah peristiwa itu terjadi tapi sebelum hal itu terjadi Islam telah mempersiapkan sebuah perangkat aturan untuk mengantisipasi.
Dimulai dari cara pandang Islam dalam mengukur kedewasaan yang berbeda jauh dengan sistem yang terapkan saat ini. Islam memandang bahwa kedewasaan seseorang itu bukan diukur dari usia tapi berdasarkan sudah baliqh tidaknya.
Balighnya perempuan ditandai dengan menstruasi sedangkan laki-laki dengan mimpi basah. Walaupun usianya belum menginjak 18 tahun kalau sudah mengalami hal tersebut maka dia sudah di kategorikan sosok manusia dewasa yang sudah terkena taklif hukum syari’at.
Oleh karena itu dalam proses pendidikan Islam, anak-anak akan dididik sesuai dengan tuntunan hukum syari’at yang memahami bagaimana proses pertumbuhan manusia dari mulai pra baligh hingga pasca baligh sehingga tidak salah dalam mendidik dan mengarahkan.
Berdasarkan hal ini maka, seorang anak jika sudah baligh seperti pelajar SMA ketika melakukan pelanggaran hukum, dia akan diberlakukan seperti halnya orang dewasa, jika dia membunuh maka balasannya adalah kembali dibunuh.
Apabila dimaafkan oleh pihak keluarga maka tetap harus membayar diyat berupa 100 ekor unta merah yang terbaik dan jika dikonversi pada hari ini bisa berupa kendaraan yang terbaik saat ini seperti mobil lamorghini dengan jumlah sebanyak 100 unit.
Hal ini berdasarkan dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu ‘anhum dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau menulis surat untuk penduduk Yaman, di dalamnya tertulis tentang kewajiban-kewajiban, hal-hal yang sunnah dan diyat. Di dalam masalah diyat disebutkan :
” Pada jiwa diyatnya 100 ekor unta, pada hidung apabila patah seluruhnya dikenakan diyat penuh, pada lidah diyat penuh, pada dua mulut diyat penuh, pada dua biji pelir diyat penuh, pada dzakar diyat penuh, pada tulang punggung diyat penuh, pada dua buah mata diyat penuh, pada sebuah kaki setengah diyat, luka yang mengenai kulit otak sepertiga diyat, luka yang sampai rongga kepala atau perut sepertiga diyat, cidera yang menyebabkan tulang tergeser 15 ekor unta, pada setiap jari tangan dan kaki 10 ekor unta, pada setiap gigi 5 ekor unta, dan pada luka yang membuat tulang terlihat 5 ekor unta.” ( almanhaj.or.id/945-diyat-denda.html ).
Dengan hukuman seperti ini maka otomatis kejahatan berupa pembunuhan akan berefek jera bagi para pelaku karena pelaku akan berpikir ulang dengan besarnya diyat yang harus dia keluarkan.
Begitulah Islam dalam menghargai satu nyawa seorang muslim. Sebagaimana hadits riwayat dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, bahwasanaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Semoga solusi Islam diambil sebagai rujukan dalam mengurai permasalahan tawuran antar pelajar, agar bangsa ini memiliki generasi yang beriman, cerdas dan intelek serta lebih mengedepankan dialog daripada otot.
Oleh : Emmy Emmalya (Pegiat Literasi)
Berikan Komentar