Masih Layak kah?

Oleh: Elzarina, Bogor Utara

Sebanyak 290.000 warga Kota Bogor tercatat tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024 yang lalu. Angka ini melebihi jumlah suara pemenang pemilihan Wali Kota Bogor. Tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 63 persen, jauh di bawah target Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor yang mematok angka 85 persen. KPU Kota Bogor menyebut rendahnya partisipasi ini dipengaruhi sejumlah faktor, di antaranya karena faktor administratif dan adanya kejenuhan politik yang membuat masyarakat enggan memilih.

Bila ditelaah secara mendalam, Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada, bukan kali ini saja. Hal yang sama sudah terjadi di pilkada-pilkada terdahulu. Sebarannya hampir di semua wilayah negeri. Ada kecenderungan seperti nya masyarakat semakin apatis dengan sistem pemerintahan yang ada.

Sulit untuk dipungkiri kalau ada yang mengatakan bahwa tujuan berdirinya negara sudah melenceng dari arahan UUD 45 yang secara normatif masih menjadi dasar negara. Dimana pemerintahan seharusnya berkomitmen penuh untuk mewujudkan amanat pembukaan UUD 1945 : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”

Kenyataanya jauh panggang dari api

Masih pantaskah kalimat: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ini tertulis di UUD 45? Jika realita yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, penduduk asli di gusur untuk kepentingan investor. Dengan alasan mereka tidak punya akta kepemilikan tanah, mereka dianggap penduduk ilegal. Padahal mereka telah menetap di wilayah tersebut beberapa generasi. Seharusnya negara hadir untuk mengukuhkan kepemilikan mereka terhadap tanah yang sudah dihidupkan oleh leluhur mereka, bukan malah diusir.

Fakta penggusuran warga, penguasaan ruang hidup masyarakat, dengan mudah dapat diakses informasi nya oleh setiap penduduk. Era informasi saat ini meniscayakan hai itu, Sulit bagi siapapun untuk menyembunyikan suatu peristiwa . Sehingga praktek ketidak adilan memicu katidak pedulian masyarakat.

Selanjutnya ketika pembukaan pembukaan UU 45 mengamanatkan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara dari waktu ke waktu, pelan tapi pasti, kehidupan masyarakat semakin sulit. Angka pengangguran tinggi. Banyak yang terjebak dalam perangkap pinjaman online serta judi online karena berkhayal kaya lewat perjudian.

Tingkat kriminalitas meningkat, angka perceraian juga melonjak. Mayoritas didorong oleh tekanan ekonomi. Masyarakat seperti berjuang sendiri melanjutkan kehidupan, sementara tetap wajib membayar beragam pajak.
Di sisi lain, korupsi oleh penguasa semakin meraja lela. Mereka dengan mudah memakan uang negara yang mayoritas berasal dari pajak rakyat. Bahkan ada yang kebal hukum. Wajar bila masyarakat muak dengan praktek pemerintahan yang makin minim etika.

Adapun terkait tujuan bernegara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.. seperti nya itupun masih masih jauh. Kurikulum yang selalu berubah, membuat arah pendidikan tidak jelas. Cerdas yang artinya mampu berfikir untuk masa depan bangsa dan tanah air. Bagaimana mewujudkannya?
Bila pendidikan tinggi makin mahal dan susah diakses. Pemerintah justru memperbanyak SMK yang hanya memberikan keterampilan terbatas. Seakan akan masyarakat digiring untuk menjadi buruh di industri industri kapitalis.

Bisa jadi masyarakat jenuh dengan kondisi perpolitikan. Seperti nya mereka mulai bosan dengan keberadaan pemerintah yang dipilih setiap lima tahun, tapi sering tidak berpihak kepada masyarakat, apatah lagi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Pilkada dan pilpres menjadi tekhnis meraih kekuasaan. Sayangnya masyarakat diperhatikan hanya saat menjelang pemilu dengan menebar beragam janji. Tapi sering janji itu dilupakan ketika telah berkuasa.

Mungkin sudah waktunya mengevaluasi sistem pemerintahan demokrasi yang selama ini di terapkan. Barangkali demokrasi memang sudah tidak layak untuk diterapkan, karena demokrasi hanyalah hasil pemikiran manusia. Mengapa tidak mencari alternatif sistem lain yang lebih baik? Sistem yang berasal dari Sang Pencipta pasti lebih baik. Sudah saatnya kita fikirkan.

Berita Terkait

Berikan Komentar