KUHP Melegalkan LGBT

KUHP Melegalkan LGBT

,ediabogor.com, Bogor –

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dipakai, sesungguhnya tidak melarang dan tidak ada ancaman pidana bagi pelaku LGBT. Terlebih lagi pasca Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan memperluas pasal 292 KUHP, pelaku LGBT merasa mendapat angin segar.

2. Sementara ada aturan pidana bagi pelaku homoseksualitas yakni apabila dilakukan oleh orang dewasa dengan anak di bawah umur yang berjenis kelamin sama (cabul) tetapi tidak ada ancaman pidana bagi pelaku yang dewasa dan atas dasar persetujuan kedua belah pihak (suka sama suka). Yaitu pasal 292 KUHP berbunyi: “Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

3. Keberadaan LGBT berpotensi merusak tatanan kehidupan sosial yaitu perkawinan, bahwa“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa”. (pasal 1 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan). Tentu kita sebagai bangsa timur yang mayoritas beragama Islam tidak rela jika generasi bangsa rusak moral dan perilakunya.

4. LGBT saat ini lebih dari sekadar sebuah identitas, tetapi juga merupakan campaign substance and cover atas pelanggengan Same Sex Attraction (SSA). Perilaku LGBT dimulai dari suatu preferensi homoseksual, kemudian mewujud dalam perbuatan homoseksual, lalu pada akhirnya melekat dalam bentuk perjuangan untuk diterima sebagai perilaku normal dalam membentuk institusi keluarga.

5. Perilaku LGBT pada gilirannya akan mendorong hadirnya pemahaman yang menyimpang tentang seksualitas. Dikatakan menyimpang karena tidak dapat menyatukan antara keinginannya dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan, sehingga terjadi gangguan keberfungsian sosial.

6. Tidak adanya larangan tegas dan ancaman pidana bagi pelaku LGBT menunjukan bahwa Indonesia adalah negara sukuler, sehingga hal ini membantah pernyataan bahwa Indonesia sesuai syariah, bahkan ada yang menyebut alkhilafah Indonesia.

7. Sementara dalam hukum Islam, pelaku homo seksual atau liwath maka diberi sanksi hukuman mati. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya!” (HR. Ahmad 2784, Abu Daud 4462, dan disahihkan al-Albani. Tentu yang melakukannya bukan individu atau masyarakat melainkan negara atau khilafah setelah mendapat putusan dari qadhi (hakim). Ini menunjukan bagaimana penjagaan Islam terhadap keluarga dan masyarakat.

8. Dari sinilah kita harus mulai sadar, keberkahan hidup hanya akan dirasakan apabila diterapkan syariah Islam secara sempurna dengan Khilafah, bukan dengan aturan atau hukum buatan manusia yang tidak bersumber dari Allah SWT.

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.[QS 7:96]

Demikian pernyataan disampaikan.

Jakarta, 16 Desember 2017

Chandra Purna Irawan,MH.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia)

Berita Terkait

Berikan Komentar