
115 Sekolah Berbagai Tingkatan Akan Gelar PTM Terbatas 4 Oktober
Mediabogor.co, BOGOR – Sebanyak 115 Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Bogor akan menggelar uji coba pembelajaran tatap muka pada 4 Oktober 2021.
Hal ini menyusul rencananya Pemkot Bogor membuka kembali PTM terbatas tahap pertama untuk jenjang SMP hingga SMA/sederajat.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II, Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, I Made Supriatna menyebutkan, ada 115 sekolah tingkat SMA/SMK dan SLB yang sudah mengajukan untuk melaksanakan PTM terbatas.
“Alhamdulillah, seluruh sekolah yang diusulkan mendapat rekomendasi Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor. Kemarin sudah disampaikan oleh Pak Wali Kota,” ujar I Made, Kamis (30/9/2021).
Menurutnya, sekolah-sekolah yang akan melaksanakan PTM sebelumnya telah diverifikasi faktual oleh tim dari Satgas Penanganan Covid-19, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Kota Bogor, dan KCD. Verifikasi itu untuk memastikan syarat protokol kesehatan (prokes) dipenuhi dalam penerapan PTM.
Secara umum, lanjut I Made, sekolah-sekolah dibawah kewenangan Provinsi Jabar ini sudah siap untuk melaksanakan PTM terbatas.
“Termasuk seluruh tenaga pendidik dan pendidik semua sudah disuntik vaksin. Kalau untuk siswa tersisa 10 persen lagi yang belum divaksin,” katanya.
Pada saat PTM nanti, waktu pembelajaran serta jumlah siswa masih dibatasi. Ruangan hanya diisi 25 sampai 50 persen dari jumlah siswa. Waktu pembelajaran juga dikurangi, maksimal 2 jam per hari dan masing-masing tingkatan hanya belajar di sekolah seminggu 2 kali.
“Kapasitasnya disesuaikan dengan jumlah ruang kelas dan ruang terbuka hijau. Pembelajaran juga dibagi menjadi beberapa sesi supaya tidak terjadi penumpukan,” ujarnya.
Sementara itu, untuk jenjang SMP di Kota Bogor yang akan melaksanakan PTM terbatas tahap pertama tercatat ada 43 sekolah.
Walikota Bogor Bima Arya sebelumnya menyampaikan alasan mengulur-ulur PTM terbatas di wilayahnya. Menurutnya, ingin memastikan kesiapan sekolah terkait infrastruktur protokol kesehatan dan persyaratan lainnya.
Selain itu, mengutamakan prinsip kehati-hatian dan bisa membuktikan bahwa nantinya sistem surveilans benar-benar berjalan.
“Ada opini yang tidak tepat mengenai sebutan klaster di sekolah. Padahal belum tentu terpapar di sekolah saat PTM, bisa juga karena akumulasi dari kasus-kasus lama. Karena itu dibutuhkan surveilans yang betul-betul kuat dan komunikasi melibatkan semua pihak terkait, mulai dari sekolah, guru, pengawas hingga komite,” tegas Bima
Untuk itu, Bima juga meminta pihak sekolah berkomunikasi intens dengan tim satgas di lapangan. Tim surveilans juga harus aktif melakukan pengawasan dan pengecekan secara rutin terhadap siswa siswi yang melaksanakan PTM.
“Jika ada anak yang tidak masuk satu hari, sistem langsung bekerja dengan proaktif mengecek kesehatan dan di antigen petugas kesehatan. Jika hasilnya positif (Covid-19), cek kontak erat dan kelasnya di stop dulu. Ini kuncinya dan surveilans ini harus memastikan apakah dari sekolah atau bukan,” pungkasnya. (Andi)
Berikan Komentar